Berinvestasi secara syariah, bisa dicapai dengan menerapkan beberapa strategi. Namun, strategi yang sangat mudah dilakukan dan sesuai dengan prinsip syariah adalah strategi nilai investasi atau value investing. Karena strategi ini bisa membuat kamu terhindar dari gharar dan maisir. Orang yang mengamalkan value investing disebut dengan value investor. Seperti apasih strategi ini?
Orang pertama yang dikenal mengaplikasikan value investing adalah profesor Benjamin Graham, bapak dari konsep value investing yang telah membuat dua buah buku yang menjadi pedoman bagi para value investor yakni ‘The Intelligent Investor’ dan ‘Security Analysis’.
Benjamin Graham menekankan konsep filosofinya meliputi analisis fundamental, Nilai Intrinsik dan margin of safety (MoS). Seberapa efektif teknik value investing ini? Sangat efektif. Anak didik dari profesor Benjamin Graham adalah Warren Buffett, beliau menggunakan teknik value investing sebagai salah satu teknik pembelian saham yang ia miliki.
Prinsip dasar dari value investing adalah menemukan saham super dengan harga yang terdiskon dari harga wajarnya, tetapi diskon ini dikarenakan oleh hal yang tidak berhubungan dengan fundamental ekonomi perusahaan.
Diskon yang terjadi bisa disebabkan oleh beberapa hal seperti penilaian investor dalam market yang salah, atau pasar bearish yang menyebabkan turunnya harga saham pada bursa.
Tetapi diskon ini tidak boleh dikarenakan oleh masalah yang terjadi pada perusahaan, diskon yang terjadi karena masalah fatal dalam perusahaan tidak termasuk dalam kategori value investing.
Sekarang kita lihat contoh analisis dalam value investing yuk!
Analisis Fundamental
Secara umum, rasio yang paling sering digunakan untuk value investing adalah Price to Book Value (PBV) dan Price to Earning Ratio (PER).
- PBV
PBV adalah perbandingan harga saham dengan nilai bukunya (aset perusahaan). PBV yang terbilang murah adalah PBV < 1. Contoh:
Berikut ini adalah rumus PBV suatu saham
= Harga Saham / Book Value
= Rp2.830 / Rp1.291
= 2,19 kali (dibulatkan jadi 2,2 kali)
- PER
PER adalah perbandingan harga saham dengan pendapatan per lembar saham. PER bisa digunakan sebagai pembanding harga saham di suatu sektor. Jadi, kamu bisa membandingkan Bank BRI Syariah (BRIS) dan Bank Tabungan Pensiun Negara Syariah (BTPS), PER yang lebih kecil berarti harga sahamnya lebih murah. Contoh:
Berikut ini adalah rumus PER suatu saham
= Harga Saham / EPS
Diketahui:
Harga saham perusahaan ABC Rp10.000
Earning Per Share (EPS) Rp500.
Dengan begitu, price to earnings ratio (PER) dari perusahaan ABC adalah:
= Harga Saham / EPS
= Rp10.000 / Rp500
= 20 kali
Sementara itu, Diketahui:
Harga saham perusahaan XYZ Rp1.000
Earning Per Share (EPS) Rp20.
Dengan begitu, price to earnings ratio (PER) dari perusahaan XYZ adalah:
= Harga Saham / EPS
= Rp1000 / Rp20
=50 kali
Dua kasus di atas menunjukkan bahwa meskipun harga saham XYZ lebih murah, secara PER, perusahaan XYZ lebih mahal daripada perusahaan ABC. Sebab, perusahaan ABC hanya mempunyai PER 20 kali, sedangkan perusahaan XYZ 50 kali.
Nilai Intrinsik dan margin of safety (MoS)
Perhitungan nilai intrinsik dari sebuah saham ini adalah perhitungan yang subjektif, karena kita diharuskan memproyeksikan seberapa jauh perusahaan bisa berkembang. Semakin jauh proyeksi kita, akan menjadi semakin besar nilai intrinsik itu.
Warren buffett sendiri sering menggunakan tempo waktu 10 tahun untuk perhitungan nilai intrinsik dan MoS 25% dalam mempertimbangan saham yang akan beliau beli secara value investing.
Contoh sederhananya adalah sebagai berikut:
Saat tulisan ini ditulis pada april 2019, perusahaan ABC memiliki ekuitas sebesar 167,35 triliun rupiah dan 123,35 milyar lembar saham. Ekuitas per lembar saham ABC adalah 167,35 triliun / 123,35 milyar = Rp 1356,7,-. Laba per lembar saham tercatat Rp 1175,-.
Kita proyeksikan perusahaan ABC akan maju dan berkembang selama 10 tahun ke depan dengan pertumbuhan 10% per tahun (ini adalah perhitungan yang konservatif).
Kita hanya memerlukan laba 9 tahun mendatang karena laba 1 tahun pertama perusahaan telah tercatat pada ekuitas perusahaan.
Selanjutnya kita jumlahkan proyeksi laba 9 tahun mendatang dengan ekuitas perusahaan yang tercatat saat ini. Maka hasil yang kita dapatkan adalah 18.726.
Lalu kita akan kurangi dengan bunga per tahun yang ditawarkan oleh instrumen investasi yang aman, misalnya sukuk.
Kita akan menggunakan contoh sukuk pemerintah yang menawarkan bunga 6% per tahun.
Lanjutkan perhitungan ini sampai 10x karena proyeksi kita adalah 10 tahun. Maka hasil akhir yang didapat adalah Rp 10.730,-. Rp 10.730,- adalah nilai instrinsik dari ABC saat ini apabila kita memproyeksikan perusahaan kuat bertumbuh sampai 10 tahun kedepan.
Setelah mendapat harga intrinsik, kita akan menghitung nilai margin of safety (MoS) dari perusahaan ABC. Dengan harga saham Rp 3590,- maka nilai intrinsik ABC dan harga ABC pada bursa saham memiliki selisih Rp 7.140,-
Margin of Safety = Rp 7.140,- / Rp 10.730,- = 66,5%, yang berarti saham ABC saat ini 64,7% dibawah harga wajarnya.
Dengan MoS sebesar 66,5% maka saham ABC layak untuk dibeli secara perhitungan value investing.
Strategi value investing diklaim menjadi strategi yang penting untuk diterapkan investor. Hal tersebut berangkat dari kemungkinan bahwa pasar salah memahami perusahaan atau meremehkan potensi penghasilan yang sebenarnya dari perusahaan tersebut.
Seorang investor yang cerdas dapat memperkirakan berapa nilai perusahaan sebenarnya tanpa melihat di mana pasar menentukan harganya. Jika Kamu telah menemukan perusahaan yang dinilai rendah, Kamu dapat berinvestasi dengan harga pasar yang rendah. Ketika pasar mengetahui berapa nilai sebenarnya dari perusahaan itu, harga saham otomatis akan meningkat dan di saat itulah Kamu dapat menjual saham tersebut.
Mengapa strategi value investing amat disarankan bagi para investor? Sebab, strategi ini dapat dilakukan oleh siapa pun, bukan terbatas pada investor dengan modal besar, melainkan juga investor dengan modal minim. Kuncinya, Kamu harus rajin membaca dan cermat dalam menilai pasar.
Artikel ini telah diterbitkan di
https://akucintakeuangansyariah.com/berinvestasi-secara-syariah-dengan-value-investing/