Namun mengacu pada kejadian sebenarnya di
pasar modal, fenomena psikologi atas perilaku investor dalam pengambilan
keputusan dapat menjadi sebuah perdebatan berkepanjangan disebabkan oleh
observasi tiap pelaku pasar terhadap kegiatan perdagangan di pasar yang
mengarah kepada hasil berbeda ataupun proses data diformulasikan dengan cara
berbeda antara para pelaku pasar dan pada akhirnya menuju saat pengambilan judgments yang besar kemungkinan
memiliki banyak variasi antara satu dan lainnya.
Judgments dalam keuangan direpresentasikan sebagai komposisi dari portofolio,
beragam pilihan efek, ekspektasi, pola investasi, turnover dari portofolio dan bagaimana investor bereaksi terhadap
sebuah berita pasar modal. Manusia sebagai pelaku pasar modal dalam hal ini
adalah investor bertindak atas dasar heuristik saat menentukan dan mengeksekusi
keputusan terkait investasi miliknya. Studi mengenai behavioral finance dan lebih tepatnya membahas mengenai behavioral biases dilakukan untuk dapat
mengetahui bagaimana kekuatan dari pikiran atas kemauan investor mengarahkan
diri mereka sendiri kepada sebuah pola keputusan menuju dilaksanakannya
keputusan tersebut dan seperti apa penyelesaian masalah menurut masing-masing
mereka, khususnya apabila berhadapan dengan masalah rumit dan kegagalan
pemerolehan informasi secara penuh.
Adapun salah satu tulisan peraih Nobel
Prized dengan pembahasan heuristis dalam pola pengambilan keputusan
diselesaikan oleh psikolog yang berasal dari Israel yaitu Amos Tversky dan
Daniel Kahneman. Kemudian tulisan yang membahas hal serupa mulai berkembang
dramatis selama beberapa dekade setelahnya, seiring munculnya publikasi oleh
Hirshhleifer bahwa pada umumnya judgments
dan keputusan bias terdiri dari tiga penyebab utama yaitu simplifikasi
heuristik (membaca perhatian bersifat terbatas), delusi (merasa jauh lebih baik
dibandingkan yang lain) dan kehilangan kontol terhadap emosi.
Dalam kegiatan pasar modal, behavioral bias sangat tepat dicerminkan oleh sikap overconfidence dari investor, ataupun dapat pula menjadi sikap overestimate, tergantung daripada objek yang menjadi sasaran pembahasan. Perilaku overconfidence biasanya dilatar belakangi oleh emosi yang mengambil alih kontrol terhadap pikiran rasional dari investor, sehingga saat investor tersebut berkaca pada pengalaman trading yang dimiliki sebelumnya (umumnya pada saat investor mengalami posisi return yang cukup tinggi) ataupun pernah melakukan jumlah transaksi dengan frekuensi cukup sering maka dia akan merasa bahwa keputusan yang diambilnya adalah keputusan yang baik bahkan lebih baik dibandingkan orang lain. Padahal kondisi di pasar modal tidak semudah itu untuk diprediksi secara sistematis, dengan kata lain kondisi pasar sebelumnya belum tentu akan terulang kembali saat ini atau di masa mendatang.
Sedangkan behavioral bias pada
perilaku overestimate, disebabkan
oleh adanya sebuah berita yang diumumkan oleh perusahaan tercatat namun dianggap
akan berdampak sangat besar terhadap perubahan harga saham dari perusahaan
tersebut, hal tersebut menggambarkan kehilangan kontrol pikiran rasional dari
investor tersebut. Padahal berita tersebut tidak membawa dampak signifikan
terhadap perubahan harga saham, sehingga memang benar perilaku manusia pada
dasarnya rasional, tapi selama apakah itu dapat bertahan dalam situasi pasar
yang berbeda? Bagaimana jika terdapat rasa percaya diri berlebih? Dan bagaimana
jika informasi yang diperoleh tidak ditelaah dengan baik?
Perilaku irasional terhadap aktivitas pengambilan keputusan terjadi apabila hal-hal tersebut tidak diatasi dengan baik, tidak dipungkiri terdapat sejumlah investor yang tergabung di Bursa Efek Indonesia terdiri dari investor yang terkena dampak dari behavioral bias. Adapun sikap irasional ditunjukkan pada jenis penerimaan risk yang diadopsi oleh para investor tersebut, yaitu sebagian besar investor menjadi risk avert apabila melakukan keputusan dalam hal terkait kepastian return dan sebaliknya yaitu hampir seluruh investor menjadi risk seeking apabila hal tersebut terkait dengan peluang loss yang akan diterima. Dari hasil mini research yang dilakukan bahwa perilaku irasional tersebut memang benar terjadi pada praktik perdagangan di Bursa Efek Indonesia.
Konsep investasi expected return tinggi diikuti risk yang juga tinggi adalah cerminan dari perilaku rasional dari investor di pasar modal, sedangkan investor yang telah terpengaruh secara psikologis dalam hal investasi berhadapan dengan behavioral bias. Sehingga investor yang demikian tergolong dalam perilaku irasional karena alam bawah sadar para investor memahami bahwa mereka tidak dapat menjadi tipikal penanam modal yang inkonsisten atas seberapa besar tingkat kepastian perolehan diharapkan dan probabilitas tingkat risiko yang siap untuk dibebankan. Bagaimanapun seharusnya investor bertindak sama terhadap expected return dan risk karena kedua aspek tersebut tidak terpisahkan, jadi apabila investor bertindak seperti diagram diatas, dapat disimpulkan bahwa investor bertindak secara irasional.
Selaras dengan terminologi behavioral
finance yang menjelaskan bahwa investor berperilaku irasional karena
ketakutan mereka terhadap loss,
mereka lebih sensitif terhadap loss
yang mungkin mereka hadapi dalam sejumlah expected
return yang telah mereka tetapkan.
Dengan demikian, risk tolerance
investor pun akan berubah seiring dengan kondisi yang mereka hadapi terkait
probabilitas return dan loss. Maka dari itu, direkomendasikan
untuk memberlakukan semua aset investasi sebagai sebuah single pool (portofolio). Mempertimbangkan bagaimana risk dari masing-masing aset mengimbangi
satu dengan lainnya dan investor sebaiknya berpikir komprehensif terhadap
kepemilikan keseluruhan aset (wealth)
dibandingkan hanya fokus atas satu efek tertentu.
Portofolio menurut behavioral
economists adalah aset terdiversifikasi yang memiliki setting goals berbeda yaitu aset yang bertujuan untuk “memperkaya”
melalui kelipatan gain yang mampu
dihasilkan atau kenaikan nilai aset bersangkutan dan aset yang mampu “menjaga”
melalui tingkat volatilitas rendah atau probabilitas risiko yang hampir tidak
ada. Bagaimanapun komposisi tepat merupakan hal yang berbeda pada tiap
investor, seberapa tangguh mereka dapat mengatur emosi saat menentukan pilihan
aset dan penetapan target capaian dan kesiapan pada tingkat kerugian tertentu.
Mengkonstruksi portofolio yang tepat memang bukan perkara mudah, sebab
fenomena psikologi mengarah kepada perilaku bias sehingga terbentuknya
komposisi aset diluar dari target yang sebenarnya ingin dicapai. Adapun representativeness bias dan conservatism bias, dimana pembentukan
portofolio lebih kepada satu efek yang lebih ditampilkan menonjol saat ini
dibandingkan evaluasi secara mendalam mengenai seluruh aset yang tergabung
dalam portofolio beserta dengan deviasinya antara satu dan lainnya. Sehingga
dibutuhkan strategi untuk dapat menanggulangi pembentukan portofolio dan
pengelolaannya.
Berdasarkan temuan dan hasil diskusi lebih lanjut, apabila konstruksi portofolio dilakukan secara grup yang terdiri dari sejumlah orang dengan pola pemikiran cukup berbeda, maka portofolio tersebut akan lebih bersifat arguable dan memiliki reasoning yang kuat serta diharapkan memang mencerminkan situasi pasar terbentuk dari berbagai aspek peninjauan dengan konsep yang reliable. Sebab dalam prosesnya terjadi perdebatan mengenai komposisi aset, frekuensi pelaksanaan trading dan time frame yang jelas terhadap sustain dari portofolio tersebut serta timing untuk penyesuaian jika terdapat ad-hoc atau semacamnya selama portofolio tersebut telah ditransaksikan. Tentu saja pemilihan anggota yang memiliki kriteria untuk mampu merumuskan kondisi pasar dengan baik dan mempunyai proyeksi sistematis maupun out-of-pattern yang berlandaskan pengetahuan terhadap aspek seperti ekonomi maupun non ekonomi adalah syarat yang wajib, jika tidak maka terbentuknya portofolio akan menjadi penuh dominasi sehingga tidak akan memiliki konsistensi yang penuh antara goal setting dan komposisi asetnya.
Masih pada awal proses pembentukan portofolio yang memiliki ketahanan dari behavioral bias, adalah framing sebagai salah satu valuable adviser. Dimana diskusi
portofolio harus dituangkan secara visual (baik tulisan maupun grafik) dalam
penentuan tujuan jangka panjang dari investasi tersebut dan mampu menggambarkan
resources atau kekuatan investasi
yang dimiliki untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, maka terdapat controlling secara jelas yang akan
memperingatkan investor dalam pengambilan keputusan investasi dan memperjelas
batasan untuk investor supaya tidak terkontaminasi oleh emosi sesaat atas
sebuah informasi yang tidak signifikan.
Selain itu, beberapa hal penting yang dapat dilakukan untuk memitigasi dampak
dari behavioral bias adalah dengan
cara meningkatkan awareness terhadap
potensi terjadinya perilaku investasi yang irasional sejak awal sehingga akan
terbentuknya pola (plan-do-feedback-resolution-do)
atau dengan kata lain menciptakan mekanisme continuous improvement pada portofolio. Dalam penerapannya, membuat
check-list merupakan salah satu
agenda yang dianjurkan untuk dilakukan sebagai sarana automatic reminder agar keputusan tidak keluar dari goal setting.
Behavioral
bias dalam
pengaruhnya terhadap investasi memang tidak dapat dihapuskan, maka sebaiknya
investor melakukan upaya sedari awal untuk memitigasi dapat yang ditimbulkan
pada keberlangsungan portofolio investasi, setidaknya diawali dengan awareness terhadap penyebab utama dan
indikasinya.
Oleh : I Made Kurnia Restu Putra
Capital Market Professional Development Program 2017