Keputusan Presiden Joko Widodo untuk membentuk Komite Covid-19 dan sekaligus juga sebagai Komite Pemulihan Ekonomi Nasional dan membubarkan puluhan Tim Kerja, Badan Koordinasi dan lembaga lainnya patut diancungkan jempol, dan layak mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen bangsa Indonesia.
Yang paling harus ditakutkan adalah apabila Indonesia mengalami resesi ekonomi. Ini akan menjadi mimpi buruk bagi bangsa ini, bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan bisa jadi waktunya akan menjadi lebih panjang dari yang diperkirakan oleh siapapun dengan segala kesulitan hidup.
Oleh karenanya, maka kecepatan pemerintah untuk mengubah strategi dengan pembentukan Komite yang diketuai oleh Menteri BUMN Erick Thohir nampaknya sudah on the track. Walaupun tidak mudah untuk mengubah situasi lebih baik dalam waktu singkat.
Waktu tersisa semester kedua sangat sempit untuk mendorong situasi melawan potensi resesi yang sudah menganga di depan mata. Pertumbuhan ekonomi sebesar 2,97% di quartal pertama menjadi modal penting, tetapi quartal kedua diestimasi berkontrasi minus %. Dan quartal ke 3 dan ke-4 menjadi kesempatanj untuk all out agar pertumbuhan ekonomi tahun 2020 tidak minus.
Dipastikan sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu resesi ekonomi. Secara semantik, termonologi resesi ini menjadi konsumsi akademisi dan pembuat kebijakan. Tetapi, yang bisa dirasakan masyarakat setiap hari adalah indikator dari resesi itu sendiri.
Dalam kenyataan, sistem ekonomi menjadi tidak jalan secara normal. Kebutuhan sehari-hari akan terganggu dengan harga yang cenderung naik dan atau cenderung turun, ketersediaan kebutuhan pokok tidak stabil, proses produksi di perusahaan tersendat, bahkan menurun, dan pekerjaan semakin berkurang, pengangguran semakin bertambah, dan seterusnya angka kemiskinan akan merambat naik.
Implikasi sosial dan ekonominya akan merusak banyak hal dalan tatanan kehidupan yang kacau balau.
Bila kondisi ini terus menerus berjalan, maka resesi ekonomi akan menjadi kenyataan. Pola siklus, dengan minimal dua quartal pertumbuhan ekonomi minus terus menerus maka resesi itu sudah terjadi. Dan kalau terus berlangsung, maka akan disebut depresi ekonomi.
Di sana sistem perekonomian menjadi lumpuh, seperti yang pernah terjadi di tahun 1930-an, dan di sejumlah negara dan benua selama 30 tahun terakhir ini.
Para ahli mencatat, paling tidak 5 hal berikut menjadi acuan apakah resesi ekonomi sudah terjadi:
1. Ketidakseimbangan proses produksi dan konsumsi, ada penyimpangan yang sangat signifikan dan terus menerus
2. Dalam masa 2 kuartal pertumbuhan ekonomi melambat hingga di bawah nol secara terus menerus
3. Negara melakukan kegiatan impor yang melebihi ekspornya
4. Inflasi ataupun deflasi yang semakin tinggi
5. Angka pengangguran yang terus meningkat.
Indikator besar ini masih harus dijabarkan lebih rinci lagi untuk mengelola sistem ekonomi agar resesi tidak terjadi. Secara makro, angka-angka presentase menjadi signal kegawatan situasi yang sedang dan akan terjadi.
Sejak pandemi virus corona merebak, lembaga-lembaga ekonomi dunia seperti Bank Dunia, IMF terus menerus mengingatkan negara-negara di dunia tentang potensi resesi ekonomi tahun 2020 ini.
Bahkan termonologi resesi ini telah menjadi pengikat seluruh dinamika masalah ekonomi global saat ini. Angka pertumbuhan ekonomi global, negara-negara G-20 dan zona ekonomi wilayah, menjadi berita yang terus menerus mengingatkan tentang mimpi buruk resesi ekonomi global ini.
Nampaknya, tidak ada satu negara di dunia yang bisa bebas dari pengaruh pandemi covid-19 ini. Mengingat ekonomi global telah berada dalam sebuah sistem ketergantungan antara satu negara dengan negara lainnya.
Pun Indonesia, tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh pertumbuhan ekonomi global saat ini. Bisa saja perekonomian domestik dapat dikendalikan, tetapi arus barang dan jasa serta modal selalu terkait dengan negara-negara lain secara global.
Berdasarkan skenario optmistik yang sedang dirancang oleh pemerintah saat ini, menargetkan agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 tidak minus, tetapi paling tidak 0% pertumbuhan. Namun untuk mewujudkan hal ini, Komite Pemulihan Ekonomi Nasional harus bekerja sangat keras dan smart untuk itu.
Paling tidak ada 3 asumsi kunci yang menjadi pengikat bagaimana Indonesia menghadapi Resesi Ekonomi.
1. Pertumbuhan ekonomi global berada pada level aman
2. Perekonomian domestik sudah dibuka secara menyeluruh
3. Tidak ada gelombang kedua pandemi Covid-19
Dengan 3 asumsi utama itu, apakah skenario optimistik pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 minimal 0% bisa diwujudkan?
Jawabannya, kalau asumsinya terpenuhi maka mimpi buruk resesi bisa dihindari. Kalaupun tidak bisa dihilangkan, tetapi bisa diminimalkan dampak-dampak yang "mengerikan" bagi kehidupan masyarakat, yaitu kemiskinan
Asumsi - 1: Pertumbuhan ekonomi global pada level aman.
Asumsi ini hanya sebagai harapan saja, karena pasti di luar kendali pemerintah dan masyarakat Indonesia. Mungkinkah pertumbuhan ekonomi global bisa berada di level 5% misalnya?
Mungkin agak mustahil mengingat hampir semua prediksi cenderung di bawah titik nol, alias negatif. Walaupun demikian, negeri ini tetap harus optimistik dan berharap yang terbaik selalu.
Asumsi - 2: Perekonomian domestik dibuka secara menyuluruh.
Mengingat sisa waktu di tahun 2020 hanya 5 bulan, maka harusnya bulan Agustus 2020 saatnya perekonomian dibuka menyeluruh. Bila ini dilakukan maka, paling tidak semua stimulus yang sudah dirancang oleh pemerintah bisa segera bergulir. Dana ratusan triliun bisa menjadi pendorong dan penggerak kunci roda perekonomian Indonesia.
Paling tidak ini bisa diandalkan, mengingat pertumbuhan perekonomian Indonesia di dominasi oleh sektor konsumsi. Jumlah 270-an juta penduduk Indonesia dengan kegiatan konsumsi yang normal mampu memompa proses produksi bagi Industri dan dunia usaha.
Pengelontoran berbagai kebijakan fiskal akan menjadi kekuatan sentral bagi pembukaan kegiatan perekonomian domestik yang sangat ampuh.
Asumsi - 3: Tidak ada gelombang II pandemi covid-19.
Situasi menjadi sulit dan tidak mudah, ketika pertambahan jumlah kasus positif setiap hari sudah di atas 1500an, maka gelombang 1 pandemi Covid-19 masih terus berjalan. Tidak ada tanda-tanda melandai dan ini akan membahayakan.
Pertambahan jumlah sembuh yang ekstrim menjadi harapan yang menguatkan publik. Tetapi bila jumlah kasus terus menaik, akan menjadi faktor dilema untuk penguatan ekonomi.
Di satu sisi pembukaan kegiatan ekonomi domestik akan menjadi pemicu semakin liarnya virus corona ini. Tetapi di pihak lain, penundaan pembukaan kegiatan ekonomi akan mengancam republik ini masuk ke jurang resesi.
Nampaknya, tugas Erick Thohir mengendalikan Komite PEN dan Covid-19 sangat strategis tetapi sarat dengan dilema yang pelik.
Tanpa dukungan penuh dari seluruh komponen bangsa ini tidak akan berhasil. Dan kita semua siap-siap dengan masa masa sulit yang bisa jadi semakin panjang.
Mari mendukung Komite Penanggulangan Ekonomi Nasional dan Covid 19. Jangan biarkan negeri ini menjadi arena resesi ekonomi dunia.
Artikel ini telah diterbitkan di