Topic
Discussion
Menjaga Optimisme dan Kepercayaan Pasar di Tengah Dinamika Perekonomian sebagai Dampak Pandemi COVID-19
PRESS RELEASE
PR No: 057/BEI.SPR/06-2020

Jakarta – Memasuki tahun 2020, isu Pandemi Coronavirus Disease (COVID-19) telah menjadi tema utama yang memberikan dampak negatif terhadap aktivitas perekonomian di berbagai negara. Hal ini turut direspon oleh kalangan pelaku ekonomi global dalam menentukan keputusan arah investasi, yang juga akan mempengaruhi pergerakan harga-harga aset di sektor keuangan global, termasuk Indonesia. Memperhatikan dinamika tersebut, Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 26 Juni 2020, mengundang wartawan Pasar Modal Indonesia dalam acara Bincang-Bincang Virtual bersama Wartawan, untuk dapat saling berbagi dan berdiskusi terkait perkembangan Pasar Modal Indonesia terkini.

Saat ini hampir seluruh kinerja indeks Bursa Global mengalami penurunan, yang turut diikuti penurunan nilai kapitalisasi pasar sahamnya. Sampai dengan akhir minggu lalu, yaitu 19 Juni 2020, indikator pasar dan perdagangan bergerak dinamis, beberapa di antaranya: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun sebesar 21,54% di level 4.942 diikuti dengan penurunan kapitalisasi pasar sebesar 21,30% menjadi Rp5.717 triliun. Pada umumnya, seluruh indeks sektoral mengalami penurunan secara year to date. Sektor yang mengalami penurunan paling dalam selama tahun 2020 adalah sektor property dan real estate sebesar -33,56%. Di sisi lain, sektor consumer goods menunjukkan kinerja indeks yang relatif baik dibandingkan indeks acuannya (IHSG dan LQ45). Bahkan, sektor consumer goods mampu mencatatkan kinerja positif sejak adanya pengumuman kasus COVID-19 pertama di Indonesia.

Selanjutnya, dari aktivitas perdagangan, rata-rata frekuensi perdagangan meningkat 9,29% menjadi 513 ribu kali/hari dengan rata-rata total nilai transaksi dan volume transaksi masing-masing sebesar Rp7,72 triliun/hari dan 7,63 miliar lembar/hari. Sejak Maret 2020, aktivitas transaksi terus mengalami peningkatan seiring diterbitkannya rangkaian kebijakan Pemerintah dan otoritas sektor keuangan dalam melakukan stabilisasi kondisi perekonomian dalam negeri.

Meski aktivitas ekonomi nasional dibayangi oleh Pandemi COVID-19, hal ini tidak menyurutkan minat perusahaan untuk masuk ke pasar modal. Pada satu sisi, kondisi bearish yang terjadi di berbagai bursa utama di ASEAN, termasuk Indonesia, menempatkan calon Perusahaan Tercatat pada posisi yang sulit dalam hal penentuan timing dan pricing Initial Public Offering (IPO). Di sisi lain, Pandemi COVID-19 memang dapat mempengaruhi kinerja keuangan Perusahaan Tercatat, meskipun tidak semua akan terdampak negatif. Namun, kondisi Pandemi COVID-19 ini tetap tidak menyurutkan minat perusahaan untuk menggalang dana jangka panjang dari pasar modal. Sampai dengan saat ini, terdapat 28 Perusahaan Tercatat Baru di BEI, dan per 24 Juni 2020, terdapat 21 pipeline pencatatan efek saham baru. Pencapaian Perusahaan Tercatat Baru di BEI ini merupakan jumlah tertinggi di antara Bursa Efek di kawasan ASEAN.

Sementara itu, sampai dengan 17 Juni 2020, terdapat 296 Perusahaan Tercatat atau 43,3% dari total Perusahaan Tercatat di BEI yang menyampaikan Laporan Keuangan Kuartal 1-2020. Total agregat laba bersih dari 296 Perusahaan Tersebut pada Kuartal 1 (Q1) 2020 mencapai Rp63,4 triliun atau mengalami penurunan sebesar 19,71% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai perhitungan kinerja keuangan Perusahaan Tercatat ini akan terus bergerak, mengingat batas waktu penyampaian Laporan Keuangan Q1-2020 Perusahaan Tercatat direlaksasi sampai dengan akhir 30 Juni 2020. Adapun komposisi persentase penyampaian Laporan Keuangan Perusahaan Tercatat Q1-2020 di Indonesia yang sebanyak 43.3% tersebut sejalan dengan tren di kawasan regional ASEAN, meliputi Singapura dan Malaysia masing-masing 34% dan 66% dari total Perusahaan Tercatat yang ada di kedua bursa di negara tersebut.

Selanjutnya dari sisi investor pasar modal, sampai dengan Mei 2020, terdapat pertumbuhan jumlah investor sebesar 13% menjadi 2,8 juta investor, yang terdiri dari investor saham, reksa dana, dan obligasi, dibandingkan dari akhir tahun lalu. Sedangkan untuk investor saham mengalami kenaikan sebesar 8% dari tahun 2019 atau mencapai jumlah 1,19 juta investor saham berdasarkan Single Investor Identification (SID) per Mei 2020. Jika dilihat dari klasifikasi usia investor, pasar modal Indonesia mulai didominasi oleh investor muda dan milenial, tercermin dari tren pertumbuhan investor saham yang berada pada usia 18-30 tahun dalam 4 tahun terakhir. Di samping itu, terdapat tren positif dari pertumbuhan aktivitas investor ritel dalam tiga bulan terakhir terlihat dari lonjakan transaksi kelompok SID Ritel yang secara rata-rata naik lebih dari 50% (periode April 2020 s.d Juni 2020) dibandingkan di periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Dari sisi jumlah produk berbasis Local Index, pertumbuhan Exchange Traded Fund (ETF) yang eksponensial, membuat Indonesia menduduki peringkat pertama di ASEAN, seiring dengan pertumbuhannya yang signifikan sejak 2018. Pada Juni 2020, telah dicatatkan 2 produk ETF baru di Bursa, sehingga sampai dengan saat ini, telah terdapat 45 ETF tercatat, 22 Manajer Investasi Penerbit ETF, dan 7 Dealer Partisipan ETF di Pasar Modal Indonesia. Nilai transaksi ETF secara keseluruhan juga terus menunjukkan peningkatan yang signifikan pada beberapa tahun terakhir dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 55% sejak 2016 sampai dengan 2019. Meskipun mengalami penurunan di Maret 2020 akibat Pandemi COVID-19, rata-rata transaksi harian ETF terus meningkat sampai dengan Februari 2020 yang dicatatkan sebesar Rp130,82 miliar/hari.

Pada masa Pandemi COVID-19, BEI turut melakukan penyesuaian serangkaian kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Seluruh kegiatan tersebut saat ini telah dilakukan secara online, baik untuk kegiatan edukasi kepada calon investor dan investor, maupun kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki minat untuk menggalang dana jangka panjang dari pasar modal. Selain itu, BEI tetap fokus dalam melakukan serangkaian implementasi inisiatif strategis sebagai upaya pendalaman pasar dan peningkatan perlindungan investor.

Sebagai upaya dukungan terhadap program pemerintah dalam memitigasi dampak COVID-19 terhadap aktivitas perekonomian nasional, Self-Regulatory Organisation (SRO) melalui koordinasi bersama-sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menetapkan serangkaian stimulus yang akan diberikan kepada stakeholders pasar modal. Hal ini telah disampaikan melalui press release kepada publik pada 21 Juni 2020 yang lalu, di antaranya sebagai berikut:

1. Dukungan BEI dalam penyediaan infrastruktur Teknologi Informasi (TI) kepada Anggota Bursa (AB) dalam implementasi kebijakan work from home (WFH) dengan menggunakan internet dan cloud.
2. Pemotongan biaya Pencatatan saham tambahan sebesar 50% dari perhitungan nilai masing-masing biaya bagi Perusahaan Tercatat dan/atau Calon Perusahaan Tercatat.
3. Penerapan relaksasi atas Dana Jaminan dengan memberikan keringanan atas kutipan setoran Dana Jaminan kepada Anggota Kliring yang sebelumnya sebesar 0,01% (satu persepuluh ribu) menjadi sebesar 0,005% (lima perseratus ribu) dari nilai setiap Transaksi Bursa atas Efek Bersifat Ekuitas.
4. Penerapan relaksasi keringanan biaya kepada penerbit Efek berupa pembebasan biaya penggunaan e-Proxy, pembebasan biaya Pendaftaran Efek Awal atas Efek yang diterbitkan melalui Equity Crowdfunding (ECF), dan pengurangan Biaya Pendaftaran Efek Tahunan sebesar 50% atas Efek yang diterbitkan melalui ECF.
5. Pemberian alternatif jaringan koneksi menggunakan Virtual Private Network (VPN), penyesuaian biaya penyimpanan (safekeeping fees) sebesar 10% dari sebelumnya 0,005% per tahun menjadi 0,0045% per tahun.
6. Dukungan kepada Industri Reksadana berupa pemberian alternatif jaringan koneksi menggunakan VPN, Penyesuaian Biaya Bulanan Produk Investasi untuk Produk Investasi yang terdaftar, dan Pembebasan Biaya Pendaftaran Produk Investasi yang didaftarkan.

Demikian untuk diketahui publik.


Selengkapnya
https://www.idx.co.id/berita/press-release-detail/?emitenCode=1326