Argo Mulyo adalah nama sebuah desa. Kalau anda mengira desa ini letaknya di salah satu sudut di pulau Jawa, anda kembali salah.

Tepat empat puluh tahun lalu, transmigran dari pulau Jawa merambah ke salah satu daerah di kawasan Kalimantan Timur, dan di sanalah terletak Desa Argo Mulyo. Berjarak sekitar dua setengah jam berkendara dari kota Balikpapan, melalui jalan berbukit naik turun dan berkelok-kelok, dengan beberapa bagian jalan yang tak rata dan berlubang. Jalan yang kiri kanannya masih tumbuh pohon-pohon besar dan lebat khas Kalimantan. Konon lengkap dengan keranya. Namun di balik pohon-pohon tersebut berserakan lubang-lubang besar menganga peninggalan penambangan batu bara yang tidak bertanggung jawab.

Desa Argo Mulyo adalah satu di antara 11 desa dan 4 kelurahan yang merupakan bagian dari Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Di gambar peta negara kita yang besar ini, mungkin Desa Argo Mulyo tidak tampak. Dan kalaupun diperbesar sekian kali, baru terlihat dalam bentuk sebuah titik kecil. Tetapi hari itu, 7 Agustus 2017 lalu, titik kecil itu memancarkan sinar terang. Di pagi yang cerah dan tenang itu, Desa Argo Mulyo mencanangkan diri sebagai Desa Nabung Saham! Dan itu adalah yang pertama yang ada di bumi pertiwi ini!

Edukasi yang dilakukan Bursa Efek Indonesia dan salah satu perusahaan sekuritas sejak awal tahun berbuah manis. Paling tidak menjadi awal yang sungguh baik untuk memulai lembaran baru sejarah desa itu dan sejarah investasi pasar modal negara ini. Edukasi yang hanya bisa dilakukan di malam hari sampai menjelang tengah malam di rumah penduduk, bahkan terkadang dilakukan di samping pelataran sawah. Ya, karena sebagian besar warga desa adalah petani lada, petani nilam, ataupun karyawan perusahaan sawit, yang harus bekerja di siang hari dan hanya memiliki waktu luang di malam hari.

Senin itu, berkumpul warga desa, tidak hanya dari Argo Mulyo, tetapi juga dari desa dan kelurahan sekitarnya. Bukan warga dengan wajah-wajah berkacamata dan berkantong tebal serta berpakaian necis. Yang hadir adalah wajah-wajah terbakar matahari, dengan pakaian sederhana. Wajah-wajah yang berbinar, dengan sorot mata positif. Dan sungguh aura positif memenuhi seluruh ruang balai desa yang dipenuhi kursi-kursi plastik itu. Di atas panggung berdiri 3 warga desa, sang pekerja honorer kantor desa, sang ketua karang taruna, dan sang operator excavator. Mereka bercerita mengenai saham Indika Energy, saham Elnusa, dan saham Telkom Indonesia serta Kalbe Farma yang mereka miliki! Juga latar belakang dan tujuan mereka membeli saham dan menjadi investor. Dan seluruhnya kompak memiliki pemahaman paling hakiki mengenai saham. Menjadi pemilik perusahaan! Serta pesan yang sama disampaikan masing-masing di akhir cerita, dan ini sungguh luar biasa!, mengajak

warga desa lainnya menjadi investor saham, membeli saham, menabung saham. Entah untuk biaya sekolah anak nanti, entah untuk ongkos naik haji nanti, atau entah untuk hari tua nanti. Semua untuk menjadi lebih baik dan lebih sejahtera, bersama anak cucunya di hari nanti.

Seorang bapak separuh baya berjalan ke atas panggung. Dengan wajah keras yang sempat membuat seisi ruangan tegang, berkata dengan suara tegas, bahwa dirinya juga sudah menjadi investor saham, dan akan menunggu panen tanaman nilam berikutnya untuk melakukan setoran awalnya. Tidak ada keraguan sedikitpun mengalir dari kalimat si bapak. Seperti juga cerita tanpa ragu investor lainnya yang perlu mengumpulkan uang dua hingga tiga bulan untuk memulai setoran awal mereka. Keempat warga ini hanya mewakili 500 warga Desa Argo Mulyo yang sudah menjadi investor saham. Lima ratus (dan yang masih akan terus bertambah) investor saham dari Desa Argo Mulyo adalah nyaris separuh dari total 1.200 kepala keluarga yang tercatat di desa itu. Tidakkah sungguh pantas warga Desa Argo Mulyo menyebut diri mereka sebagai Desa Nabung Saham, lengkap dengan gapura dan tugu prasastinya?

Argo Mulyo mengerti sekarang, menjadi investor saham bukanlah monopoli orang berpunya. Setiap lapis masyarakat di negeri ini bisa menjadi investor saham, berhak menjadi pemilik perusahaan yang ada di Bursa Efek Indonesia, dan layak menjadi lebih sejahtera. Seperti kalimat yang diucapkan mereka yang ada di atas panggung, "Dengan memulai setoran seratus ribu Rupiah pun kita bisa menjadi pemilik perusahaan!" Argo Mulyo mengerti dan mengajari kita, bahwa menjadi investor saham pun bisa dimulai dengan pemikiran paling sederhana, membeli saham yang perusahaannya ada di sekeliling kita, yang produk dan jasanya dipakai sehari-hari oleh kita.

Pak Edy Suryani, Pak Muhammad Huda Yatim, Pak Mat Sapuan dan Pak Abdul Manaf dan seluruh warga Desa Argo Mulyo di hari bersejarah itu, 40 tahun setelah transmigrasi orang tua mereka - persis 40 tahun setelah diaktifkannya kembali pasar modal Indonesia - telah menginspirasi kita. Desa Argo Mulyo telah menginspirasi desa-desa lain di sekitarnya, dan seyogyanya menginspirasi desa-desa lain di negeri ini. Termasuk juga kita-kita yang mengaku tinggal di kota besar, yang kadang mendengar investasi dan saham pun, masih seperti mendengar cerita hantu di siang bolong. Lari tunggang langgang. Argo Mulyo telah menunjukkan dan mengajarkan dengan sangat rendah hati kepada kita semua bahwa warga desa itu secara keuangan lebih bijak bahkan dibanding sebagian besar dari kita.

Kita tidak perlu dan tidak pantas berpikir negatif dan skeptis dengan pencanangan Desa Nabung Saham. Karena semangat Argo Mulyo akan terus berkumandang dan bergulir ke seluruh penjuru Nusantara. Dan kalaupun anda masih juga mengabaikan pesan dari Argo Mulyo, itu adalah kesalahan ketiga anda. Dan itulah kesalahan terbesar anda hari ini.


Oleh : Nicky Hogan
Direktur Bursa Efek Indonesia