Perkenalkan, aku investor muda yang baru mencicipi dunia pasar modal. Pasti teman teman langsung berpikir siapa sih aku? Berapa sih keuntungan aku? Ataupun apa sih untungnya investasi saham? Pertama tama, jelas aku bukan seseorang tokoh dunia investasi. Aku cuma eks magang di Bursa Efek Indonesia yang kebetulan nyantol sama kampanye Yuk Nabung Saham. Untuk pertanyaan kedua, berapa sih keuntungan aku? Aku bukan Warren Buffett ataupun Lo Kheng Hong yang sudah memiliki capital gain hingga miliaran dollar, tapi cukuplah untuk menghidupi diri aku sendiri.
Sama seperti kebanyakan kaum milenial, aku memiliki keinginan untuk travelling, aku suka mencicipi makanan atau pakai bahasa millenialnya foodie. Aku juga ingin menikah, punya rumah, dan seterusnya. Namun gimana sih caranya bisa memenuhi itu semua? Sadar enggak sadar kita kaum milenial itu banyak yang memiliki gaya hidup hedon. Di China ada orang yang rela menjual ginjalnya untuk sebuah iPhone, di Brazil ada orang yang menjual keperawanannya demi membeli sebuah mobil. Hal hal seperti itu aslinya bisa dihindarkan dengan investasi.
Okay, sebagai informasi. Ini bukan sales/marketing/mlm melainkan ini
adalah ajakan untuk anda mulai investasi. Saat ini dari 250 juta orang di
Indonesia, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) baru mencatatkan sebanyak
811.000 investor di Indonesia. Memang banyak kelihatannya, tapi angka tersebut belum
mencapai 1% dari populasi Indonesia. Di Korea Selatan ada 10.5 juta investor atau
20.4% dari populasi mereka, di Amerika Serikat ada 165 juta investor atau 50.6%
dari populasi mereka, yang paling miris di Malaysia ada 2.49 juta investor atau
7% dari populasi mereka. Kenapa kita kalah sama Malaysia? Ada alasan “karena mereka
negara maju”, nah menurutku hal itu bisa disebut sebagai mentalitas orang yang
gak mau belajar. Mereka mulai investasi karena menurut mereka itu penting untuk
kelangsungan hidup mereka. Mereka sudah mulai memahami apa yang disebut sebagai
investing society.
Investasi saham itu susah ga sih? Aku bukan anak ekonomi, jadi ga mudeng, ataupun alasan ga punya modal. Okay, Investasi saham itu ga susah sama sekali loh, bahkan bisa dimulai dengan Rp100,000. Ada yang mengaku bukan anak ekonomi. So what? Tidak perlu menjadi ekonom hebat baru bisa ngerti saham, buktinya sudah ada satpam yang berhasil bisa membiayai kuliah anaknya. Di zaman era digital sekarang, ada banyak sekali informasi di dunia maya. Saking gampangnya anda bisa saja mengetik di google, apa saham rekomendasi hari ini dan muncul lah berbagai analisis dari berbagai sekuritas. Ada juga yang khawatir kalau perusahaan bisa bangkrut. Memang benar, resiko terbesar dalam investasi saham adalah emitennya bangkrut, tapi apakah anda sebodoh itu? Pasti udah ada informasi – informasi, bocoran, atau bahkan berita tentang emiten tersebut. Susah, mahal, ribet dan seterusnya itu bukan alasan lagi. Satu satunya alasan yang ada itu karena malas.
Lalu buat apa sih kita investasi? Apa manfaatnya sih? Inflasi, apakah anda pernah mendengar kata itu? Jokowi saja sering mengumbar bahwa inflasi Indonesia berada di sekitaran 3%. Namun apasih inflasi itu? Secara sederhana inflasi diartikan sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Ambil aja contohnya, pada tahun 1997 harga sebuah hamburger Big Mac dari McDonalds adalah Rp4600 sementara pada tahun 2017, harga sebuah Big Mac telah mencapai Rp32,500. Ada kenaikan sebesar 607% dalam waktu kurun 20 tahun atau 30% pertahun. Itulah efek inflasi pada kebutuhan sehari hari kita.
Investasi sendiri dibagi menjadi dua kategori. Ada investasi sektor riil dan investasi sektor finansial. Sebagai contoh, kalau kita membeli tanah di Jakarta, semakin tahun harganya pasti naik kan? Atau ketika kamu membeli emas. Emas sebagai komoditas harganya pasti naik kan? Iya harga tanah, harga emas, bahkan harga tas Hermes pun bakal naik dan itulah salah satu bentuk investasi sektor riil. Dalam investasi sektor finansial terdapat saham, reksa dana, obligasi, ETF, Foreign Exchange, dan berbagai macam rupanya. Apa yang membedakan keduanya? Dalam 10 tahun, 1 kg emas masih akan menjadi 1 kg emas, sementara pada sektor finansial dengan adanya stock split, right issue, dan berbagai macam lainnya maka saham kita akan bertambah jumlahnya.
Dari
berbagai macam investasi sektor finansial seperti saham, obligasi, reksa dana,
dan lain lain, kita akan lebih fokus ke investasi di Pasar Modal. Memang
akhir-akhir ini yang lagi panas adalah Bitcoin, Ethereum, ataupun uang digital
lainnya. Sebagai mantan investor mata uang kripto, mata uang kripto dapat
memberikan return yang sangat besar, tapi juga memiliki risiko yang sangat
besar. Harganya bisa naik turun seperti roller
coaster. Lupakanlah sejenak mata uang kripto, mari kita lihat lebih lanjut
soal Pasar Modal. Sadar tidak sadar, menurut mantan Direktur Bursa Efek
Indonesia, Tito Sulistio dan Presiden Indonesia Joko Widodo pada tahun 2017,
Pasar Modal merupakan penopang pembangunan infrastruktur dan ekonomi di
Indonesia di kala sulitnya ekonomi. Investasi di Pasar Modal berarti kita juga
membantu membangun Indonesia. Okay, andaikata anda tidak peduli terhadap
pembangunan dan cuma mau untung aja, Pasar Modal Indonesia bisa bangga loh.
Dalam kurun waktu 2006 – 2016, Indeks Harga Saham Gabungan kita (IHSG)
mencatakan return sebesar 192%, return terbesar di dunia dan jauh
mengalahkan bursa – bursa dunia seperti New York, London, NASDAQ, dan berbagai
macam lainnya.
Nah sebagai gambaran aja, misalnya Pak Bejo membeli saham Unilever (UNVR) sebanyak 1 lot pada tahun 1991 (1 lot = 500 lembar saham pada tahun 1991) seharga Rp11 juta dengan tujuan ingin digunakan sebagai dana pensiun nanti. Dengan adanya pembagian keuntungan perusahaan setiap tahunnya (dividen), ada penerbitan saham baru (stock split) ataupun adanya right issue, 27 tahun kemudian saat Pak Bejo pensiun, dengan modal awal sebesar Rp11 juta sekarang Pak Bejo sudah mendapatkan capital gain sebesar Rp2,9 miliar ditambah dengan hasil pembagian dividen 300 juta. Total yang Pak Bejo dapatkan adalah Rp3.2 miliar.
Kalau tadi itu gambaran, sekarang bisa kita lihat saham emiten Campina (CAMP). Pasti pada familiar kan sama es krim Campina. Nah, tanggal 19 Desember 2017 yang lalu mereka baru listing di Bursa Efek Indonesia. Apa sih listing itu? Listing adalah pencatatan perdana sebuah emiten di Bursa Efek Indonesia. Saat masa penawaran saham, harga yang dipatok saat itu Rp332 perlembar sahamnya. Sebagai investor baru yang masih hijau, jelas membeli saham IPO Campina merupakan sebuah pengalaman yang baru. Aku mendapatkan 100 Lot (1 Lot = 100 lembar saham setelah 2012), atau investasi sebesar Rp3,3 juta. Siapa yang akan menyangka 10 hari kemudian ketika saya menjual saham Campina tersebut, harganya sudah mencapai Rp1830 perlembar sahamnya. Dalam 10 hari semenjak saya membeli saham Campina, untung bersih yang didapatkan mencapai Rp16 juta lebih.
Lalu bagaimana selanjutnya? Apa aku bakal stop investasi? Atau hanya investasi dalam jangka waktu sebentar (trader). Masih banyak hal yang aku harus pelajari di dunia saham ini, tapi jelas ini bukan suatu hal yang akan menghambat saya. Tujuan investasi yang aku lakukan selama ini bukan untuk kehidupan semata saja, tetapi juga untuk tabungan masa depan. Punya pacar orang Batak berarti harus membayar sinamot/mahar dalam sejumlah uang yang tidak sedikit. Oh iya, bagi teman teman yang masih belum percaya, tahun lalu di Yogyakarta ada pasangan menikah dengan mahar saham emiten Sido Muncul (SIDO). Selain untuk tujuan menikah, sebagai generasi milenial tidak bisa dipungkiri kalau kopi, travelling, dll menjadi kebutuhan sehari hari. Investasi juga membantu menambah penghasilan untuk menutupi segala pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan tersier. Investasiku bakal tetap jalan karena tanpa investasi uang kita bakal diam di tempat. Apa artinya Rp2 juta bakal tetap menjadi Rp2 juta sepuluh tahun mendatang. Sepuluh tahun mendatang dengan adanya inflasi uang tersebut tidak akan mencukupi buat kita. Uang investasi juga akan disisihkan untuk biaya pendidikan nanti, bila saya masih berminat untuk mengejar S2, ataupun buat biaya kuliah anak nanti.
Nantinya yang pasti setelah anda membaca artikel ini, ada sebagian dari anda yang bakal bilang “temen temen lu banyak di Bursa jadi bisa dapat info”, “lu pasti ada contact di Sekuritas/AB”, dan berbagai macam bantahan lainnya. Ya, memang benar bahwa aku punya banyak temen di Bursa Efek Indonesia, tetapi Cuma sebatas teman nongkrong, teman sebat, dan teman lucu-lucuan saja. Bursa Efek Indonesia memegang teguh profesionalitas, integritas, dan service excellence, dan aku enggak akan mempertaruhkan jabatan mereka, reputasi mereka demi keuntungan pribadi aku sendiri. Aku sama seperti kalian, dapat informasi dari dunia maya, dari membaca prospektus, dan lain lain. Aku punya banyak contact di AB karena aku suka menjalin kerjasama edukasi Pasar Modal dengan mereka, ngajarin kalian pada yang bener bener masih baru di industri Pasar Modal ini dan itu GRATIS loh.
Bagi kalian yang masih ragu dan takut rugi, itu hal sama yang aku rasakan ketika membeli saham pertamaku. Ada kutipan dari investor sukses muda Indonesia yang pernah diwawancarai oleh detik.com, “Saya menemukan bahwa mereka yang rugi ini terjun langsung ke pasar saham tanpa belajar terlebih dahulu. Sama saja kan kayak menyetir mobil tapi nggak belajar dan akhirnya nabrak”. Andika Putra, kini memiliki mobil mewah dan bisa membiayai kuliahnya sendiri di salah satu universitas ternama di Indonesia. Edukasi atau belajar Pasar Modal cukup dimulai dari ikut Sekolah Pasar Modal di Bursa Efek Indonesia. Mahal? Enggak kok, seperti di atas aku bilang tadi, investasi saham dimulai dari Rp100,000. Rekening Dana Nasabah anda langsung jadi dan anda akan langsung diajarin trading loh. Setelah itu masih banyak kok kelas kelas tentang dunia Pasar Modal, kayak Value Investingnya Rivan Kurniawan, dan Cerdas Mengelola Keuangan.
Kita bisa mengutip Rizal Mallarangeng, “If there is a will, there is a way”. Kalau anda punya kemauan pasti
berhasil kok, pasti paham, beda kalau anda malas. Enggak usah jadi Warren
Buffett yang mulai membeli saham pada usia 11 tahun. Lihat lah Lo Kheng Hong.
Ia dijuluki sebagai Warren Buffettnya Indonesia loh. Lo Kheng Hong sendiri baru
pertama kali membeli saham saat usianya menginjak 30 tahun. Jadi kalau anda
masih bimbang, merasa ketuaan, tidak ada kata terlambat kok buat mulai. Jadikan
sekarang waktunya untuk Yuk Nabung Saham!
Sumber:
Bursa Efek
Indonesia
KSEI
Bloomberg
TICMI