Sumber pendanaan melalui pasar modal syariah telah menjadi alternatif baik bagi korporasi yang menghendaki kepatuhan syariah (syariah compliance), maupun bagi korporasi konvensional sebagai sumber keuntungan (profit source). Salah satu instrumen pasar modal syariah yang bisa diterbitkan oleh korporasi adalah Sukuk Korporasi. Beberapa negara yang dikenal sebagai penerbit sukuk diantaranya;  Malaysia, Bahrain, Brunei Darussalam, Uni Emirate Arab, Qatar, Pakistan, dan Jerman. Jika dibandingkan dengan Malaysia, Indonesia jauh terlambat dalam penerbitan Sukuk korporasi.

Malaysia menerbitkan Sukuk korporasi untuk pertama kali pada tahun 1990 dengan nilai RM 125 juta oleh Shell MDS. Sedangkan di Indonesia, Sukuk Korporasi pertama kali diterbitkan pada tahun 2002 dengan nilai Rp. 175 Miliar Oleh PT. Indosat Tbk. Lalu, apa sebenarnya Sukuk Korporasi itu? Apa kelebihannya sehingga banyak menarik minat korporasi?

Dalam literatur keuangan Islam, istilah Obligasi Syariah lebih dikenal dengan istilah Sukuk. Sukuk berasal dari bahasa Arab “sak” (tunggal) dan “sukuk” (jamak) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat (note). Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti kepemilikan.

Menurut Accounting and Audition Organization for Islamic Finance Institution (AAOFI), sukuk adalah sertifikat dengan nilai yang sama yang mewakili bagian kepemilikan yang sepenuhnya terhadap aset yang tangible, manfaat dan jasa, kepemilikan aset atas suatu proyek, atau kepemilikan dalam aktivitas investasi khusus.

Sedangkan menurut fatwa Dewan Syariah Nasional tahun 2004, Sukuk atau Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/ margin/fee serta membayar kembali dana obligasi syariah pada saat jatuh tempo.

Beberapa karakteristik sukuk yang menjadi pembeda dengan obligasi konvensional antara lain: (1) merupakan bukti kepemilikan atas aset yang berwujud atau hak manfaat; (2) pendapatan dapat berupa imbalan, fee, bagi hasil, atau margin, sesuai dengan akad yang dipakai pada penerbitan sukuk; (3) mensyaratkan adanya aset yang mewadahinya (underlying asset); (4) tidak mengandung unsur riba, maisyir, dan gharar; (5) dalam penerbitannya, memerlukan peran Special Purpose Vehicle (SPV).

Underlying Asset yang bisa di jadikan dasar penerbitan sukuk yaitu; 1) Aset berwujud tertentu (a’yan maujudat);  2) Nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul a’yan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada; 3) Jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada; 4) Aset proyek tertentu (maujudat masyru’ mu’ayyan); dan/atau 5) Kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah).

Salah satu keuntungan menerbitkan sukuk bagi korporasi adalah korporasi bisa mendapat segmen investor yang lebih luas. Yaitu, investor konvesional dan investor syariah minded. Indonesia, sebagai negara muslim terbesar di dunia, memiliki potensi yang baik bagi perkembangan Sukuk Korporasi karena merupakan produk keuangan yang patuh terhadap ketentuan yariah. Oleh karena itu, menerbitkan sukuk di Indonesia adalah langkah yang tepat karena target segmen investor yang lebih luas. Selain itu, perusahaan juga tidak perlu terlalu tergantung kepada hutang bank. Jangka waktu pembayaran lebih luwes, dan terdapat insentif bagi penerbitan sukuk korporasi.

Di Indonesia, jumlah emiten yang menerbitkan sukuk relatif masih sedikit, itupun masih didominasi oleh instrumen pemerintah. Emiten yang menerbitkan sukuk itu-itu saja, bahkan jumlah BUMN hanya bisa dihitung oleh jari.

Berdasarkan data OJK, per Desember 2019 ada 143 sukuk outstanding dan berasal dari 23 emiten. Total nilai sukuk yang diterbitkan, yaitu sebesar Rp 48,24 triliun. Secara total, sejak 2013 hingga saat ini, nilai outstanding sukuk korporasi mencapai Rp 29,83 triliun. Berikut nama-nama emiten Sukuk Korporasi out standing:

Salah satu faktor penyebab rendahnya penerbitan sukuk korporasi adalah emiten belum memahami sukuk. Masih banyak emiten yang menilai bahwa sukuk tidak likuid. Penerbitan sukuk juga dianggap lebih rumit dari sisi persyaratan dibandingkan menerbitkan obligasi konvensional. Untuk menerbitkan sukuk, emiten diharuskan memiliki underlying asset. Di samping itu, emiten juga wajib memiliki tim ahli syariah (TAS).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah berusaha memberikan insentif pengurangan biaya registrasi untuk penerbitan sukuk. Emiten sudah bisa langsung menerbitkan sukuk setelah satu tahun melakukan penawaran umum berkelanjutan (PUB). Sedangkan untuk menerbitkan obligasi harus menunggu hingga dua tahun setelah PUB.

Sudah saatnya sukuk dipandang sebagai pilihan yang tepat untuk membiayai perusahaan. Kuncinya adalah upaya promosi dan literasi penerbitan sukuk harus digencarkan baik oleh pemerintah maupun pelaku industri.







Artikel ini telah diterbitkan di

https://akucintakeuangansyariah.com/sukuk-korporasi-sumber-pendaanan-alternatif-untuk-angkat-derajat-perusahaan/