Investasi Saham Bukan Judi
Wabah Covid-19 juga menerjang habis-habisan
perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia setelah merontokkan banyak bursa efek
di dunia, yang puncaknya terjadi pada sesi perdagangan hari Kamis sore tanggal
12 Maret 2020. Perdagangan saham terpaksa harus dihentikan sesuai ketentuan
yang berlaku, untuk menahan laju kejatuhan harga saham, IHSG yang
terus melorot selama beberapa minggu sebelumnya.
Bagi dunia investasi di bursa efek, khususnya di BEI,
ini kejadian yang luar biasa karena jarang terjadi OJK turun tangan untuk
memerintahkan trading halt, bahkan trading suspend transaksi
perdagangan saham di bursa efek. Bahkan alasan yang diambil pun sangat drastis,
yaitu ketika laju penurunan IHSG melebihi 5% maka trading halt dilakukan. Sebab
dalam ketentuan Pasar Modal Indonesia, angkanya bergerak dari 10% hingga 15%
barulah trading Halt dan Suspend dieksekusi.
Berdasarkan catatan yang ada, trading halt yang
terakhir dilakukan oleh BEI pada sekitar 11 tahun yang lalu. Tepatnya saat
perdagangan berlangsung pada tanggal 8 Oktober 2008, sebagai efek yang sangat
luar biasa dari turunnya IHSG bersamaan dengan indeks bursa dunia sebagai
dorongan dari kepanikkan investor krisis ekonomi yang sedang melanda
Amerika Serikat.
Kali ini, trading halt dan suspend perdagangan
di BEI, karena efek wabah vorus corona yang secara resmi psoitif terpapar
Indonesia sejak awal Maret 2020 dengan Presiden Jokowi mengumumkan dua orang
Indonesia positif COVID-19. Sedemikian paniknya investor sehingga IHSG meluncur
hingga menuju angka dibawah 4000-an.
Sejumlah teman-teman komunitas investor menanyakan apa
hubungannya antara trading halt dengan calculated
risk dalam transaksi saham di Bursa Efek Indonesia. Kemudian, jawaban
saya sederhana saja, yaitu "itulah enaknya berinvestasi saham di bursa
efek, memiliki sejumlah exit strategy menghadapi kemungkinan
risiko investasi yang terjadi, dan karenanya investasi saham bukan sekedar
"gambling belaka" tetapi "calculated risk".
Trading Halt dan Trading Suspend
Trading halt dan trading
suspend merupakan pintu pengaman terakhir dari mekanisme perdagangan
efek di BEI sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Pasar
Modal, nomor 8 tahun 1995. Terutama ketika perdagangan atau pun transaksi yang
sedang berjalan sesuai sesi perdagangan berjalan kemudian mendadak muncul
gangguan yang sangat serius dan signifikan dan akan mengancam eksistensi bursa,
terutama para investor yang memiliki saham.
Artinya trading halt maupun trading
suspend merupakan langkah besar pengamanan dan perlindungan pada
investor agar tidak mengalami kerugian yang tidak wajar dalam waktu yang sangat
singkat dan tidak terduga-duga atau diluar perkiraan. Sering juga dikenal
dengan situasi darurat, atau perdagangan dalam kondisi darurat.
Diringkaskan dari peraturan pasar modal, maka ada 4
situasi sehingga perdagangan digolongkan dalam kondisi darurat, yaitu :
1. Permasalahan teknis pada JATS dan atau sistem remote trading seperti
rusak mesin perdagangan, kapasitas mesin penuh, dan terputusnya jaringan remote
trading
2. Terjadinya permasalahan teknis pada sistem kliring dan penjaminan KPEI dan
atau sistem penyimpanan dan penyelesaian KSEI yang mengakibatkan tidak dapat
dilakukan proses penjaminan dan atau penyelesaian Transaksi Bursa
3. Terjadinya kepanikan pasar dalam melakukan transaksi jual dan atau beli
yang mengakibatkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan yang
sangat tajam paling lama 1 (satu) sesi perdagangan. Dalam hal penghentian
melebihi 1 (satu) sesi perdagangan, maka Bursa akan melakukan penghentian
sementara setelah mendapat persetujuan OJK
4. Terjadinya bencana, antara lain : gempa bumi, banjir, kebakaran.
Bila situasi tersebut diatas terjadi maka pasti akan
menimbulkan dampak langsung pada perdagangan efek di lantai bursa efek. Dan
dengan dampak itu maka pemilik otoritas pengelolaan Bursa Efek Indonesia
dan/atau Otoritas Jasa Keuangan harus segera mengambil tindakan yang cepat.
Ada dua kemungkinan esktrim yang akan terjadi dalam
situasi-situasi seperti itu, Pertama, IHSG mengalami penurunan
lebih dari 10 % (sepuluh persen), untuk dampak ini maka tindakan yang harus
dilakukan oleh pengelola bursa efek adalah Trading Halt selama
30 Menit. Kedua, kalau IHSG mengalami penurunan hingga
mencapai 15 % (lima belas persen) setelah trading halt dilaksanakan,
maka tindakan Bursa atas kelangsungan perdagangan adalah trading
suspend hingga satu sesi atau lebih dari satu sesi perdagangan dengan
persetujuan dari OJK
Inilah yang terjadi pada sesi perdagangan di BEI pada
12 Maret 2020, bahkan OJK mengubah peraturan 10% menjadi 5% saja saja sudah
mulai diambil tindakan, karena situasi yang sangat darurat setelah beberapa
harus terus menerus IHSG menurun dengan tajam. Karena pada waktu itu sesi
perdagangan kedua di sore hari, sehingga langsung memasuki penutupan perdagangan
untuk diteruskan besok hari.
Mengingat kondisi darurat yang terjadi, tanggal 10
Maret 2020, BEI merilis sebuah ketentuan baru, sebagai revisi ketentuan
sebelumnya yang dikeluarkan 2012, untuk me-followup instruksi dari Otoritas
Jasa Keuangan RI menghadapi pukulan telak terhadap IHSG yang sangat dalam,
seperti di beritakan oleh banyak media daring.
Dalam dua ketentuan tertulis itu, BEI menggunakan dua
istilah yaitu trading halt dan trading suspend. Trading halt yaitu pembekuan
sementara perdagangan dengan kondisi seluruh pesanan yang belum teralokasi
(open order) akan tetap berada dalam sistem perdagangan efek otomatis JATS dan
dapat ditarik oleh Anggota Bursa. Sedangkan trading suspend yaitu penghentian
seluruh perdagangan dengan kondisi seluruh pesanan yang belum teralokasi
ditarik secara otomatis oleh JATS.
Dengan strategi demikian, maka pasar menjadi tidak
tegang. Investor tidak dikuasai oleh kepanikan dan ketakutan dan bisa berpikir
rasional kembali. Dengan menambah mendapatkan informasi yang dari berbagai
sumber, maka keputusan diambil menjadi rasional.
Pengelola bursa efek juga akan mengambil
langkah-langkah konkrit, cepat dan komprehensif untuk mengembalikan kepercayaan
pasar atau investor terhadap keberadaan bursa efek itu sendiri. Pada umumnya,
cara seperti ini sangat efektif dan berhasil. Karena sesungguhnya hukum pasar
berjalan, dengan dasar rasionalitas yang tinggi dan proporsional. Bila
rasionalitas pasar rendah, maka situasi akan semakin menjadi darurat.
Automatic Rejection, AR
Bila dicermati dengan seksama, sistem perdagangan atau
transaksi saham di bursa efek penuh dengan pengamanan dari risiko yang
merugikan para pelaku. Utamanya mengendalikan dua aspek pengikat dinamika
transaksi, yaitu harga saham dan volume saham yang diperdagangkan. Kedua aspek
kunci ini menjadi poros "permainan" transaksi dalam bursa efek.
Salah satu kebijakan pengendali harga dan jumlah saham
yang diperdagangkan adalah Automatic Rejection atau
disingkat AR. Baik AR harga, atas atau bawah,
maupun AR volume saham yang diperdagangkan. Tentu saja ini
berbeda dengan trading halt, karena AR itu khusus untuk saham
secara individual.
Intinya adalah naik atau turun harga saham dibatasi
besarnya. Kalau sudah melebihi dari batas AR, maka transaksi itu akan ditolak
oleh sistem perdagangan efek di BEI. Angka AR juga berbeda untuk setiap
kelompok fraksi harga saham yang berlaku di bursa efek Indonesia.
Saham-saham yang range harganya
antara Rp. 50, hingga Rp. 200, AR atas dan bawah sebesar 35%, saham
dengan range harga 200 sd 5000 SR atas dan bawah berada
diangka 25%, dan saham dengan range harga diatas rp 5000,-, AR
atas dan bawahnya 20%. Sementara AR dari sisi volume saham yang diperdagangkan
diatas 50.000 lot, dan 5% dari jumlah efek yang tercatat, mana jumlah terkecil.
Kebijakan AR sangat membantu agar investor bisa
terlindungi dari loncatan perubahan harga saham, baik naik dan terutama
menurun. Artinya, ada kesempatan bagi investor untuk mengelola risiko yang
mungkin akan terjadi pada portofolio saham yang dimiliki. Artinya pula, dia
memiliki kesempatan untuk menjual dengan maksud melakukan cut loss atau
mengambil capital gain yang sangat calculated, bisa
dihitung. Dan dalam konteks ini sesungguhnya dimengerti apa yang disebut bahwa
investasi di saham itu "calculated risk". Risikonya bisa
dihitung dan di antisipasi. Jadi, seorang investor kalau memang dia rugi, itu
karena keputusannya sendiri, dan sebaliknya juga demikian.
Investasi di Saham itu Calculated Risk
Pertanyaan tentang mengapa tidak banyak orang yang
berinvestasi saham di bursa efek? Atau mengapa orang takut untuk
"bermain" saham di bursa?
Jawaban sederhananya adalah tidak berani mengambil
risiko "kerugian" bahkan kehilangan uang yang diinvestasikan pada
saham. Mind set orang seperti ini seperti investasi atau
menyimpang uang pada saving atau time deposit di
sebuah Bank. Tabungan atau deposito berjangka di Bank "pasti mendapatkan
hasil sebesar bunga yang dijanjikan oleh bank". Secara alamiah, investor
lebih menyukai hasil yang pasti "kendati jumlahnya relatif kecil",
daripada yang tidak pasti apalagi yang mungkin merugikan.
Mind set saving oriented dari investor tentu tidak mapping dengan investasi
di saham yang cara memahaminya sangat berbeda jauh. Sebab, investasi di Saham
itu tidak ada janji hasil yang pasti, tetapi semua dalam bentuk kemungkinan
hasil yang didapat dari keputusan yang dibuat oleh investor. Karena
ketidakpastian inilah sesungguhnya yang menjadi "momok" atau
ketakutan banyak masyarakat untuk tidak pernah mau mencoba memanfaatkan peluang
investasi pada saham.
Padahal, secara rata-rata hasil investasi yang dicapai
dalam setahun pada saham jauh lebih tinggi diatas hasil tabungan bahkan
deposito. Kalau tabungan memberikan hasil 3% pertahun, dan deposito berjangka
sekitar 6% pertahun, maka saham bisa memberikan lebih 10% pertahun.
Betul bahwa prinsip investasi berlaku secara nyata
yaitu high risk high return, low risk low return, tetapi
risiko yang dialami dalam investasi saham itu tergolong calculated rsik, dan
bukan gambling investment atau main judi. Kalau main judi, bisa langsung
hilang/habis semua modalnya, tetapi dengan saham risiko kerugian bisa dihitung
sebelum terjadi kerugian itu sendiri.
Dengan strategi cutt lose,
capital gain atau capital lose, seorang investor mampu
menentukan tingkat risiko kerugian maupun keuntungan yang bisa didapat dalam
sebuah portofolio yang dimiliki, dan terus menerus di maintence secara progressive dan
agresif untuk mencapai tujuan investasinya.
Seorang investor yang memiliki portofolio yang sedang
menurun hasilnya, harganya sedang berada dibawah, bisa melakukan pembelian
kembali ketika meyakini harga sudah berada di bottom line price dan
akan segera rebound, sedemikian sehingga harga rata-rata saham
dalam portofolionya bisa menjadi positif kembali.
Keputusan selalu ditangan Investor
Saat ini kemudahan untuk bertransaksi saham di BEI
mengalami evolusi yang luar biasa cepat. Bursa Efek tidak lagi seram dan
menakutkan bagi masyarakat investor dibandingkan sebelum tahun 2005 yang lalu.
Sebab saat ini regulasi yang dibuat oleh Manajemen BEI sangat inovatif.
Tagline "Yuk
Nabung Saham" sejak lima tahun silam telah mendorong meningkatnya
jumlah investor di BEI sehingga bisa menembus angka jutaan saat ini. Walaupun
dari sisi kapitalisasi perdagangan masih belum terlalu besar.
Hal ini terjadi karena kemudahan, murah, gampang,
sederhana untuk menjadi investor bahkan dengan dana yang sedikit sekali bisa
melakukan transaksi. Cukup dengan uang Rp. 100.000,- seseorang bisa menjadi
membuka rekening di perusahaan sekuritas dan bisa melakukan transaksi saham,
jual atau beli, secara online setiap saat.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi menjadi
alasan kemudahan dan kesederhanaan dan efisien bagi setiap masyarakat melakukan
transaksi saham di BEI.
Mengelola risiko yang dihadapi dalam transaksi saham
dapat dikendalikan dengan memahami berbagai instrumen kebijakan yang tersedia,
seperti strategi AR, Cutt Lose, trading halt, bahkan trading
suspend memberikan keamanan dan kenyamanan bagi investor. Bahkan
kemungkinan terjadinya penyimpangan oleh pelaku bursa efek, juga ada penjaminan
simpanan investor yang tersedia untuk semua kejadian yang tidak diinginkan.
Pada akhirnya, keputusan akhir selalu ada ditangan si
Investor. Apakah bertahan untuk jangka panjang atau untuk jangka pendek saja.
Ini menjadi refleksi perilaku dalam memanfaatkan peluang yang ada. Ada banyak
yang investasi di saham sekedar mencari untung saja, bahkan "untung
seketika", alias mencari "cuan dan cuan" setiap hari dan
sepanjang minggu. Bagi mereka jangka panjang tidak penting, tetapi sejauh
memberikan cuan langsung hit kemudian run, hit and running. Begitu seterusnya.
Tentu saja cara ini tidak mudah, karena pasti sangat
melelahkan untuk terus mengikuti harga saham dan volume transaksi setiap saat.
Ketika ada peluang cuan langsung take action. Ibarat sedang
mancing, mata harus fokus pada mata panjang untuk tidak terlambat menarik
pancing saat ikan memakan umpan.
Pilihan yang mungkin lebih bijaksana adalah beli saham
untuk investasi jangka panjang. Beli, dan beli untuk terus di koleksi menjadi
portofolio saham yang lengkap. Ibarat menabung saham, dari waktu ke waktu terus
dibeli dan menjadi banyak. Akan memperoleh deviden di akhir tahun buku sesuai
portofolio sahamnya, dan sangat mungkin akan mendapatkan capital gain kalau
hendak menjual setelah lama disimpan.
Menjadi investor jangka panjang akan memberikan
manfaat yang sangat besar bagi kemajuan BEI yang semakin kuat, dan juga bagi
kokohnya perekonomian Indonesia sendiri, terutama ketika menjadi tuan bagi
pasar modal Indonesia dan bukan orang asing!