Usai menghadapi pandemik Covid-19, seluruh negara di dunia harus bergegas merevitalisasi keadaan ekonomi yang sempat porak poranda. Indonesia diprediksi ikut terkena imbas kejatuhan ekonomi akibat covid-19 ini. Dikutip dari World Economic Forum, Politisi, perusahaan, pembuat undang-undang dan aktivis Eropa menyerukan untuk memulai kembali proyek-proyek investasi hijau setelah pandemik Covid-19 berakhir. Proyek investasi hijau seperti, memerangi perubahan iklim dan mempromosikan keanekaragaman hayati akan membangun kembali ekonomi yang lebih kuat.
Tidak ada pengertian universal bagi investasi hijau. Namun, secara umum Investasi hijau dapat diartikan sebagai kegiatan investasi yang ramah lingkungan, terdapat upaya mengurangi emisi karbon, memberi nilai tambah kepada sumber daya alam, adanya inovasi untuk keberlanjutan keberagaman hayati, serta menerapkan prinsip green production dalam setiap business processnya.
Di Indonesia, setidaknya terdapat tujuh sektor usaha erat kaitannya dengan pelestarian lingkungan dan berpeluang dikembangkan sebagai investasi hijau. Sektor investasi tersebut mencakup pertanian, kehutanan, perikanan, tenaga panas bumi, industri penghasil produk ramah lingkungan, pembangkit listrik dari sumber energi baru/terbarukan, dan pengelolaan sampah.
Indonesia dikenal sebagai paru-paru dunia. Itulah yang membuat peluang untuk menggaet investor dari industri yang sangat memperhatikan lingkungan. Dalam investasi, selain faktor keamanan dan keuntungan yang juga penting diperhatikan adalah keberlanjutan investasi dan kehidupan.
Untuk mendorong berkembangnya investasi hijau, pemerintah perlu menyusun rencana pertumbuhan hijau atau green growth plan. Ini merupakan strategi pembangunan yang menyeimbangkan antara produksi dengan proteksi lingkungan serta meningkatkan keterlibatan masyarakat.
Pemerintah perlu lebih gencar lagi mengenalkan konsep investasi hijau ini ke semua pihak. Berbicara dengan komunitas-komunitas, perusahaan swasta, dan lingkungan sosial masyarakat lainnya, termasuk juga ke perbankan, agar mereka mau membiayai program-program terkait investasi hijau.
Pendanaan investasi hijau memang memakan jumlah yang tidak sedikit. Dikutip dari Asia Today, di sektor perkebunan sawit, misalnya, untuk melakukan peremajaan (replanting) saja membutuhkan investasi sekitar Rp50 juta per hektar. Jika dihitung luas perkebunan sawit di Riau saja sebesar 400 ribu hektar, sudah dapat dipastikan berapa besarnya investasi yang dibutuhkan.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mendanai investasi hijau adalah dengan meneribitkan Sukuk, instrumen investasi berbasis syariah yang mampu menghasilkan dana dari semua kalangan. Baik individu maupun korporasi.
Salah satu prestasi Indonesia di pasar modal global adalah diterbitkannya sovereign green sukuk (green sukuk yang diterbitkan negara) pertama di dunia pada tahun 2018. Sukuk ini menggunakan akad wakalah. Penerbitan sovereign green sukuk ini adalah wujud keseriusan Indonesia dalam mengusung sustainable and green finance (Keuangan berkelanjutan dan hijau) yang mendukung aksi ketahanan terhadap perubahan iklim dunia. Dana hasil penerbitan sukuk ini digunakan untuk membiayai proyek-proyek hijau dan ramah lingkungan. Untuk mengulas kembali apa itu green sukuk klik disini.
Pada tanggal 1 Maret tahun 2018, pemerintah melalui Perusahaan Penerbit SBSN IndonesianI II (yang selanjutnya disebut PPSI-III) menerbitkan green sukuk senilai USD 3 miliar, yang dilakukan dalam dua tranches, yaitu seri SNI0323 sebesar USD 1,25 miliar dengan tenor 5 tahun (jatuh tempo 1 Maret 2023) serta memiliki tingkat imbal hasil sebesar 3,75% per tahun. Seri yang kedua adalah SNI0328 sebesar US$ 1,75 miliar dengan tenor 10 tahun (jatuh tempo 1 Maret 2028) dan tingkat imbal hasilnya sebesar 4,4% per tahun.
Penerbitan SNI0323 dan SNI0328 mendapat respon yang baik dari investor internasional, dengan total pemesanan yang disampaikan oleh 145 investor untuk SNI0323 mencapai USD 3 miliar atau mengalami oversubscribed sebesar 2,4 kali. Sedangkan pada SNI0328 terdapat 165 investor dengan total pemesanan mencapai USD 4,2 miliar atau mengalami oversubscribed sebesar 2,4 kali.
Hal ini mengindikasikan tingginya minat investor terhadap surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia dan tingginya tingkat kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia, terutama disektor hijau.
Setelah pandemik ini selesai, sudah saatnya Indonesia memfokuskan diri kearah investasi hijau demi ekonomi yang lebih baik.
Artikel ini telah diterbitkan di
https://akucintakeuangansyariah.com/saatnya-investasi-di-fokuskan-ke-sektor-hijau/