Kabar mengejutkan datang dari negeri singa, Singapura. Singapura resmi mengumumkan sedang dilanda resesi setelah perekonomiannya minus 2 kuartal. Singapura masuk ke jurang resesi setelah serentetan resesi-resesi beberapa negara di dunia. Ekonomi Singapura tertekan akibat pandemi COVID-19 yang memaksa negara harus melakukan lockdown untuk mencegah penyebaran virus. Selain Singapura, beberapa negera di Asia dan Eropa telah lebih dulu mengalami resesi akibat hal yang sama, diantaranya; Jepang, Hongkong, Jerman, Italia, dan Perancis.
Sebenarnya apa itu resesi? Semenakutkan apa? Dan apa dampaknya bagi ekosistem perekonomian? Definisi resesi mengacu pada kontraksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) suatu negara dalam dua kuartal berturut turut. Dengan ini, Singapura secara teknis masuk ke dalam resesi setelah pada kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi Singapura tercatat minus 3,3 persen. Lalu, pada Selasa 14 Juli 2020 Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura (MTI) mengumumkan pertumbuhan ekonomi singapura anjlok 41,2 persen pada kuartal II 2020.
Dikutip dari The Balance, resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung dalam beberapa bulan, umumnya dalam tiga bulan lebih. Sejumlah indikator yang bisa digunakan suatu negara dalam keadaan resesi antara lain terjadi penurunan pada PDB, merosotnya pendapatan riil, jumlah lapangan kerja, penjualan ritel, dan terpuruknya industri manufaktur. Saat resesi artinya, pertumbuhan ekonomi bisa sampai 0 persen, bahkan minus dalam kondisi terburuknya.
Pertumbuhan ekonomi selama ini jadi indikator utama dalam mengukur perkembangan dan kemajuan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diwakili oleh naiknya PDB. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Beberapa variabel tersebut berupa faktor eksternal yang berada di luar kendali, seperti gejolak ekonomi global dan mekanisme pasar.
Dampak resesi bagi suatu negara bersifat domino pada kegiatan ekonomi. Contohnya, ketika investasi anjlok saat resesi, secara otomatis akan mengilangkan sejumlah lapangan pekerjaan yang membuat angka PHK naik signifikan. Produksi atas barang dan jasa juga merosot sehingga menurunkan PDB nasional. Jika tak segera diatasi, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor seperti macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan, atau juga sebaliknya terjadi deflasi.
Kemudian dari sisi investasi Singapura juga punya peran sebagai financial hub negara asal investasi untuk Indonesia lewatnya ke Singapura. Saat ini Singapura menjadi negara yang kontribusi investasi penanaman modal asing. Hal ini tentu akan mempengaruhi investasi di Indonesia. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada kuartal pertama realisasi investasi dari Singapura masih tumbuh, bahkan menjadi yang tertinggi, tetapi pada kuartal kedua diperkirakan akan terpukul. Pada kuartal pertama, total investasi asing Singapura di Indonesia mencapai US$2,7 miliar atau 40 persen dari total penanaman modal asing di dalam negeri.
Lalu neraca perdagangan yang minus dan berimbas langsung pada cadangan devisa. Dalam skala riilnya, banyak orang kehilangan rumah karena tak sanggup membayar cicilan, daya beli melemah. Lalu banyak bisnis terpaksa harus gulung tikar.
Resesi terakhir, di antaranya pernah terjadi di sebagian negara Eropa dalam rentan waktu tahun 2008-2009. Di mana situasi sulit ini juga sempat membuat ekonomi Indonesia melemah. Negara tetangga, Thailand, juga sempat mengalami resesi ekonomi pada tahun 2010 saat PDB-nya terus merosot. Indonesia sendiri sempat mengalami resesi cukup parah pada tahun 1998. Banyak resesi global juga terjadi karena faktor eksternal yang berada di luar kendali seperti dinamika global perang dagang China dan Amerika Serikat (AS). Kondisi-kondisi yang bisa mengukur apakah bisa terjadi resesi 2020 atau resesi ekonomi 2020.
Sebagai negara tetangga, Indonesia sudah seharusnya mewaspadai keadaan singapura saat ini. Apakah resesi ini juga akan berimbas pada Indonesia? Dan bagaimana dampaknya terhadap pasar modal?
Ternyata, resesi ekonomi Singapura tidak terlalu berdampak terhadap pasar sahamnya. Melansir RTI, Indeks Strait Times Singapura ditutup menguat 1,10% ke level 2648,900, pada Rabu 15 Juli 2020, tepat satu hari setelah pengumuman. Dalam sebulan perdagangan, Indeks Strait Times masih menguat 1,34%.
David Sutyanto, Head of Research Ekuator Swarna Sekuritas dikutip dari Okezone mengatakan, psikologis pasar sudah tidak terlalu dipengaruhi dengan data perekonomian. Sebab, data perekonomian yang keluar kurang berpengaruh signifikan terhadap pergerakan pasar saham.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto dikutip dari Kontan menilai, efek resesi ekonomi Singapura tidak terlalu berdampak ke Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Hanya saja, dari sisi ekonomi, sebagai mitra dagang dengan Indonesia, ekspor Indonesia ke Singapura mungkin saja berkurang karena adanya status resesi tersebut. “Dan efek ke IHSG sendiri tidak terlihat,” ujar William kepada Kontan.co.id.
Pada perdagangan Rabu 15 Juli 2020 IHSG ditutup melemah 3,32 poin atau 0,07 persen ke posisi 5.075,8. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak turun 1,37 poin atau 0,17 persen menjadi 793,93. Sedangkan Indeks Jakarta Islamic Index (JII) menguat 1,10 poin atau 0,20 persen menjadi 556,75.
Ke depan, William mengatakan, pasar saham akan lebih dipengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri. Namun, yang paling penting adalah respons dari pelaku pasarnya. William mencontohkan, dulu ketika produk domestik bruto (PDB) kuartal I 2020 diumumkan mengalami penurunan, justru IHSG naik sejak saat itu.
Melihat keadaan ini seharusnya investor tidak terlalu gelisah terhadap kondisi pasar. Karena faktanya dengan keadaan ekonomi yang turun, pasar tidak selalu bearish. Bagaimana menurutmu?
Artikel ini telah diterbitkan di
https://akucintakeuangansyariah.com/patutkah-resesi-singapura-ditakuti-pasar-modal-indonesia/