Tahun 2017 menjadi tonggak sejarah penting bagi industri dana pensiun syariah. Betapa tidak, pada tahun ini secara resmi dana pensiun syariah akan beroperasi di Indonesia, setelah sebelumnya hanya dikenal dana pensiun yang “dianggap” syariah. Dengan beroperasinya dana pensiun syariah, masyarakat akan memiliki kesempatan untuk mengikuti program pensiun syariah.
Keikutsertaan masyarakat luas dalam program pensiun syariah ini sangat penting dan strategis bagi perekonomian nasional. Dana pensiun syariah dapat menjadi potensi sumber pendanaan pembangunan jangka panjang dan sekaligus penting untuk mewujudkan kehidupan masyarakat purna karya yang muthmainnah.
Berdasarkan data OJK per Desember 2015, peserta dana pensiun di Indonesia baru 4,19 juta orang, dengan jumlah aset bersih dana pensiun mencapai Rp. 206, 5 Triliun. Dengan melihat perbandingan jumlah peserta dan jumlah aset bersih tersebut, jika peserta program pensiun dapat digenjot hingga mencapai 20 juta orang, maka aset bersih dana pensiun akan berpotensi menembus angka Rp. 1000 Triliun.
Potensi dana pensiun sebagai sumber pendanaan pembangunan nasional ini bukan omong kosong semata. Berdasarkan proyeksi demografi Bappenas, proporsi penduduk usia 65 tahun ke atas akan meningkat dari 5,4% pada tahun 2015 menjadi 10,6 % pada 2035. Data ini mengindikasikan bahwa ke depan kebutuhan masyarakat terhadap layanan program pensiun akan semakin besar. Oleh karena itu, kehadiran dana pensiun syariah menjadi momentum untuk meningkatkan rasio penetrasi jumlah peserta dana pensiun terhadap jumlah tenaga kerja, dan sekaligus peluang untuk memperkuat posisi bisnis dana pensiun di dalam struktur industri jasa keuangan.
Dalam rangka untuk mendorong ketertarikan masyarakat terhadap program pensiun syariah, hal penting yang harus disosialisasikan adalah bahwa siapa saja dapat mengikuti program pensiun syariah, baik masyarakat yang sudah memiliki program pensiun dari kalangan pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI dan karyawan BUMN, maupun masyarakat yang belum memiliki program pensiun dari kalangan karyawan swasta, pekerja mandiri, enterpreneur, guru swasta, mubaligh, artis, petani, pedagang kaki lima dan siapa saja yang berminat.
Lazimnya sebagai sesuatu yang baru, merupakan hal yang sangat wajar jika sebelum memutuskan untuk memilih program pensiun syariah, masyarakat terlebih dulu bertanya, apa sih dana pensiun syariah itu? dan apa bedanya dana pensiun syariah dengan dana pensiun yang konvensional?
Konsep Dana Pensiun Syariah
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, secara mendasar kita perlu merujuk pada sumber hukum ajaran Islam. Berpijak dari situ, dana pensiun syariah sejatinya merupakan implementasi dari ajaran Agama Islam untuk mengelola kekayaan pada masa produktif untuk digunakan pada masa kekurangan (Al Qur’an Surat Yusuf: 43-49), untuk memperhatikan apa yang sudah diperbuat untuk hari esok (Al Qur’an Surat Al Hasyr: 18), untuk mempergunakan sebaik-baiknya masa muda sebelum datangnya masa tua (Hadist Riwayat Hakim), dan ajaran-ajaran mulia lainnya.
Di dalam konsep awal dana pensiun syariah di Indonesia, dana pensiun syariah di-design sebagai pengembangan dari konsep dana pensiun yang sudah dikenal melalui Undang-Undang No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
Di dalam UU No. 11 tahun 1992 tersebut, dana pensiun didefinisikan sebagai badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Lebih lanjut, di dalam pasal 2 UU No 11/1992 disebutkan bahwa terdapat 2 (dua) jenis dana pensiun dan 2 (dua) jenis program pensiun. Jenis dana pensiun itu adalah Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Sedangkan jenis program pensiun itu adalah Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP).
Dalam konteks ini, kegiatan operasional dana pensiun syariah tidak berbeda dengan kegiatan operasional dana pensiun konvensional. Di mana, secara fungsi dana pensiun syariah juga mengelola dan menjalankan program pensiun yang menjanjikan manfaat pensiun sebagaimana dana pensiun konvensional. Dan secara secara kelembagaan, dana pensiun syariah juga terdiri dari DPPK dan DPLK, dan secara program juga terdiri dari PPMP dan PPIP.
Hanya saja, agar sesuai dengan prinsip syariah, dilakukan penyesuaian terhadap aspek-aspek operasional dana pensiun konvensional yang dianggap belum memenuhi ketentuan syariah. Sebagai panduan bagi penyelenggaraan program pensiun syariah, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) sudah menerbitkan fatwa No. 88/DSN-MUI/XI/2013 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Program Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah.
Secara garis besar, perbedaan antara dana pensiun konvensional dengan dana pensiun syariah paling tidak terdapat pada 3 (tiga) hal pokok. Pertama, dana pensiun syariah menggunakan akad yang sesuai dengan jenis kegiatan di dana pensiun. Penggunaan akad ini memperjelas hak dan kewajiban pihak-pihak yang melakukan akad, sehingga operasionalisasi dana pensiun syariah tidak hanya legitimate secara regulasi, tetapi juga memiliki landasan kuat secara syar’i.
Akad-akad yang sudah mendapatkan otorisasi Dewan Syariah Nasional MUI diantaranya akad hibah bi syarthin terkait kegiatan pemberian dana dari pemberi kerja kepada peserta program pensiun syariah, akad wakalah bil ujrah antara peserta dengan pengelola DPLK terkait kegiatan pengelolaan dana, akad ijarah terkait kegiatan penggunaan jasa aktuaris, akuntan publik dan bank kustodian oleh Dana Pensiun Syariah.
Kedua, Dana pensiun syariah hanya diperkenankan untuk melakukan investasi di instrumen investasi yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Misalnya, dalam konteks investasi di pasar modal, dana pensiun syariah hanya diperkenankan untuk memiliki saham yang tercatat di dalam Daftar Efek Syariah. Risikonya, kadang kala imbal hasil yang diterima lebih rendah daripada instrumen investasi konvensional. Seringkali para pengurus dana pensiun menghadapi pilihan yang cukup dilematis, antara target investasi yang ditetapkan pendiri dana pensiun dengan keinginan untuk mengelola kekayaannya secara syariah.
Dalam konteks ini menjadi tantangan bagi para pelaku pasar modal untuk dapat menyediakan instrumen investasi yang sesuai syariah dan sekaligus memiliki imbal hasil yang kompetitif sehingga para pengurus dana pensiun syariah memiliki pilihan yang cukup untuk berinvestasi di pasar modal.
Ketiga, dana pensiun syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS). Sesuai pasal 21 Peraturan OJK No. 33/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan program pensiun berdasarkan prinsip syariah, setiap dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun syariah wajib memiliki paling sedikit 1 (satu) orang DPS. DPS ini merupakan bagian dari organ dana pensiun yang memiliki tugas untuk mengawasi operasionalisasi dana pensiun syariah agar tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan tugasnya, DPS diwajibkan untuk membuat laporan hasil pengawasan kepada OJK. Di dalam laporan tersebut, DPS harus menyatakan opininya terhadap pelaksanaan kegiatan dana pensiun syariah, apakah sudah sesuai dengan prinsip syariah atau belum.
Ketiga aspek tersebut rasanya sudah cukup untuk meyakinkan publik bahwa dana pensiun syariah benar-benar dikelola sesuai dengan prinsip syariah, tidak sekedar “katanya syariah”. Oleh karena itu masyarakat yang ingin memiliki bekal pensiun sesuai dengan prinsip syariah tidak perlu ragu untuk menggunakan dana pensiun syariah. Seberapa besar bekal pensiun yang ingin diperoleh sangat dipengaruhi oleh jumlah iuran yang disisihkan secara rutin untuk program pensiun syariah pada saat masih aktif bekerja, ditambah dengan hasil investasi (untuk program pensiun iuran pasti), atau seberapa besar rumus manfaat pensiun yang ditetapkan oleh Pemberi Kerja (untuk program pensiun manfaat pasti).
***
*Tulisan ini sudah pernah dipublikasikan di Harian Ekonomi Neraca, 14 Maret 2017
Artikel ini telah diterbitkan di
https://akucintakeuangansyariah.com/mengenal-dana-pensiun-syariah/