Tetapi,
apakah orang bekerja hanya demi gaji atau demi uang sajakah ? Tentu, inilah
persoalan mendasar yang membutuhkan pemahaman dengan perspektif yang baru.
Ada
sebuah hasil studi yang di-release pada tahun 2014 yang dilakukan
oleh Gobal Work Study, yang meneliti karyawan di Malaysia. Penelitian ini
menjawab pertanyaan dasar tentang apa yang menarik bagi karyawan untuk bekerja
di sebuah perusahaan atau organisasi, dana apa yang mendorong mereka untuk
keluar ataupun bertahan dari suatu perusahaan atau organisasi ?
Penelitian
ini dilakukan sebagai representasi dari situasi ketenagakerjaan di beberapa
kota dunia, karena pasar tenaga kerja sangat kompetitif bagi setiap
perusahaan untuk mampu menahan, memelihara, dan menjaga serta mempertahankan
karyawan-karyawan terbaik dan berbakat agar tidak keluar dari perusahaan.
Gary
Dessler dalam buku teksnya Human Resources Management(2017),
secara khusus mengangkat kasus ini sebagai issue strategis dalam mengelola
Sumber Daya Manusia di masa yang akan datang dengan judul yang menarik
yaitu "Malaysia's War on Talent", dan application
case ini masih terus bertahan dalam setiap edisi buku wajib mahasiswa
ini.
Hasil
studi ini menemukan bahwa ada 5 urutan faktor kunci yang menentukan karyawan
terbaik bertahan atau keluar dari suatu perusahaan.
Kelima
faktor itu adalah : (i). Empowerment, (ii). Goals and objectives, (iii).
Workload and work-life balance, (iv). Image, dan (v). Management.
Hasil
penelitian ini sungguh menarik karena, ketika ditanyakan kepada karyawan
sebagai responden faktor apa yang membuat mereka bertahan di perusahaan hingga
2 tahun kedepan, mereka tidak menjadi gaji dan tunjangannya menjadi
pertimbangan dari lima besar faktor kunci untuk bertahan atau keluar dari suatu
perusahaan.
Apakah
betul, bahwa karyawan tidak lagi butuh gaji dan tunjangan serta fasilitas
lainnya untuk bekerja ? Kalau begitu karyawan bekerja mencari apa?
Hasil
penelitian lainnya lebih menarik lagi, yang dikemukakan oleh Geroge
Milkovic at al, dalam buku teks mereka berjudul Compensation
Management (2016) yang menunjukkan bahwa kebutuhan para CEO
di Amerika tentang kompensasi dan ternyata berubah drastis dari tahun ke tahun.
Kalau
pada tahun 1970-an, komponen gaji dasar/gaji pokok tetap mendominasi besarnya kompensasi yang diterima yaitu
60%, angka itu tinggal 19% pada saat ini. Para CEO lebih tertarik komponen
kompesasi dari sisi insentifnya, khususnya insentif jangka
panjang, yang porsinya 66%. Sementara gaji pokoknya hanya 15% saja.
Artinya, gaji pokoknya boleh kecil tetapi insentifnya harus lebih besar.
Bentuk-bentuk insentif tentu saja berbeda-beda untuk setiap perusahaan.
Hasil
studi ini juga menunjukkan, bahwa ada perubahan mendasar yang terjadi dalam
diri karyawan untuk bekerja. Karyawan biasa maupun CEO tidak sekadar hanya
mencari uang saja dalam bekerja, tetapi ada yang jauh lebih mendasar lagi,
yaitu kepentingan dan kebutuhan karyawan sebagai manusia seutuhnya, yang
memiliki berbagai dimensi dan aspek yang tidak dimiliki oleh faktor produksi
lainnya dalam perusahaan. Termasuk berbagai fasilitas yang menjamin kehidupan
karyawan dan keluarganya, seperti kenyamanan, keamanan, proteksi, kemudahan,
mobilisasi, pengembangan dan aktualisasi diri dn keluarganya dan berbagai
fasilitas lainnya yang tidak diberi dalam bentuk uang.
Temuan
dari penelitian yang dilakukan di Malaysia memperlhatkan bahwa karyawan membutuhkan perhatian sebagai manusia yang memiliki
potensi di dalam dirinya dan harus diperlakukan dengan benar dan tepat. Bukan
sekedar diberi sejumlah uang semata.
Dan
untuk itu, kebutuhan utama untuk diberdayakan menjadi prioritas mereka agar
tetap bertahan didalam perusahaan. Ini juga berarti, karyawan tidak mau
dianggap sebagai robot saja yang harus bekerja terus menerus demi keuntungan
perusahaan tanpa jeda misalnya.
Pemberdayaan
menunjukkan bahwa karyawan sebagai manusia membutuhkan aktualisasi diri,
pengembangan kepribadian, bahkan pengembangan pengetahuan dan skill yang
dimiliki dan dibutuhkan oleh perusahaan.
Bila
hal ini tidak diperhatikan oleh perusahaan maka karyawan tidak akan betah
bekerja, dan sangat mungkin akan keluar bila ada tawaran lain yang memberi
kesempatan untuk pemberdayaan itu.
Karyawan
bekerja bukan lagi sekadar masuk pagi dan pulang di sore hari, tetapi mereka
memiliki goals dan target yang harus dipahami dengan jelas dan
tegas sebagai panduan untuk mengoptimalkan sumber daya
yang dimilikinya.
Karyawan
bisa menyesuaikan semua upaya dan daya yang dimiliki untuk bisa mewujudkan tujuan dan target itu. Ini menjadi kunci dasar,
agar tujuan perusahaan sejalan dengan tujuan dan target individu karyawan. Bila
ini tidak sejalan, akan menghambat pencapaian kinerja keseluruhan dalam
perusahaan.
Kemudian,
ada banyak hasil penelitian yang sudah membuktikan bahwa sekarang ini karyawan
menyadari penting dan perlunya keseimbangan dalam bekerja. Keseimbangan antara
beban kerja versus keseimbangan kehidupan. Ini penting agar karyawan tetap
prima dan update dalam segala hal kehidupannya.
Kalau
keseimbangan itu tidak terjaga dengan baik, dipastikan karyawan akan cepat
lelah, stres, tidak fokus dan sangat mungkin akibatnya fatal bagi dirinya
sendiri maupun bagi perusahaan itu sendiri.
Bagi
setiap orang bekerja disuatu perusahaan atau organisasi sama saja sebagai
identitas dirinya. Artinya, karyawan memiliki kebanggaan dengan identitas
perusahaannya.
Dia
akan memiliki percaya diri dalam menghadapi lingkungannya,
persaingannya dan ini tentu akan membuat mereka menjadi betah, nyaman dan
memuaskan.
Mereka
membutuhkan identitas sebagai citra diri dalam menjalani kehidupannya.
Perusahaan haru mampu mengelola image ini agar menjadi faktor kunci
bertahannya karyawan terbaik mereka.
Hal-hal
yang sudah dikemukakan diatas tidak terlalu sulit difahami karena pokok
persoalannya adalah sikap dan persepsi manajemen secara benar terhadap
"karyawan sebagai sumber daya manusia" yang berbeda dengan faktor
produksi lainnya seperti mesin, bahan baku, uang atau yang lainnya.
Artinya,
ketika karyawan dikelola dengan benar dan tepat dan dijaga serta dipelihara
secara terus menerus, maka karyawan akan bekerja sendiri tanpa harus terus
menerus diawasi karena dicurigai dan penuh dengan punishment yang
berlebihan.
Biarkanlah
sistem yang menjaga karyawan itu tanpa harus "mempelototin" mereka
setiap jam, ini cara-cara kuno yang sudah tidak efektif lagi".
dok.pribadi
Kembali
pada pokok persoalan awal, yaitu kalau karyawan tidak cari gaji lalu mereka
cari apa ? Nampaknya, permasalahan ini akan memberi view atau
perspektif lain dalam melihat dan mengelola karyawan dalam perusahaan.
Artinya,
secara umum, kebutuhan karyawan akan gaji sebetulnya sesuatu yang "given" dan
tidak perlu dipersoalkan lagi. Setiap perusahaan memiliki base
salary yang menjamin pemenuhan kebutuhan minimal dari setiap orang
yang bekerja didalamnya. Kalaupun ada perbedaan dengan perusahaan yang lain,
relative angkanya tidaklah terlalu signifikan.
Karyawan
pada dasarnya menyadari bahwa untuk mendapatkan extra ordinary income,
atau tambahan penghasilan yang lebih besar dia harus bekerja dengan smart,
inovatif dan berorientasi pada Top Achievement. Ini
menjadi penghasilan variabel yang besarnya sangat tergantung dari kinerja
karyawan.
Itu
sebabnya dibanyak perusahaan memperlakukan Merit System bagi
Sistem Kompensasinya. Artinya tambahan penghasilan karyawan tergantung dari capaian kinerjanya yang harus
dievaluasi secara periodik.
Jadi
setiap karyawan bisa berbeda beda. Karyawan akan berlomba untuk mencapai
kinerja tertinggi, dengan begitu dia akan mendapatkan penghasilan yang jauh
lebih besar dari base salarynya.
Dan
untuk itulah maka komponen gaji lainnya seperti benefits, tunjangan,
dan long-term incentive menjadi fasilitas yang disediakan oleh perusahaan bagi
karyawan-karyawannya yang terbaik. Katakanlah CEO misalnya, mereka akan
menikmati berbagai insentif jangka panjang ketika kinerja
mereka betul-betul diatas batas yang ditentukan.
Terjadilah simbiosis
mutualisme, ketika fasilitas jangka panjang itu dinikmati maka karyawan
terbaik semakin berprestasi dan perusahaan juga semakin maju dan berkembang.
Dan
itulah yang hendak dicapai oleh setiap perusahaan untuk tetap mampu bertahan
dalam persaingan yang semakin ketat di dunia bisnis.
By
: Yupiter Gulo
Dosen
Trisakti School of Management
Artikel ini telah terbit sebelumnya pada 23 Mei
2018 di https://www.kompasiana.com/yupiter/5b04f089dd0fa85eb425f652/karyawan-bekerja-bukan-mencari-gaji