Pengertian ARA dalam Saham

Dalam mekanisme perdagangan yang berlaku di BEI (Bursa Efek Indonesia) anda akan mengenal istilah ARA dalam saham. Jika sebuah saham digoreng maka saham tersebut rentan terkena ARA dan ARB. ARA ini merupakan singkatan dari auto rejection atas, sehingga anda perlu memahami terlebih dahulu apa itu auto rejection sendiri. Yang mana auto rejection adalah batasan maksimum dan minimum suatu penurunan dan kenaikan harga saham dalam satu hari.

Penerapan sistem ARA dilakukan melalui JATS (Jakarta Automated Trading System) NEXT-G, yang mempunyai fungsi melayani perdagangan saham serta surat berharga. Sistem ini akan menangani setiap permintaan beli maupun jual saham. Ketika dalam satu hari perdagangan bursa mencapai harga pada titik tertentu, maka sistem pun akan melakukan penolakan secara otomatis.

Penolakan otomatis tersebut yang dinamakan auto rejection, yang nantinya akan membantu anda memahami istilah ARA dan ARB dalam saham lebih lanjut. Untuk ARA, merupakan istilah yang digunakan ketika harga jual saham telah melebihi batas atas pada titik harga yang telah ditetapkan.

BEI sendiri telah menetapkan batasan ARA dengan mempertimbangkan harga jualnya dalam bentuk persentase. Untuk harga saham dengan acuan Rp. 50 sampai Rp. 200 memiliki nilai ARA > 35%, harga saham acuan > Rp. 200 sampai Rp. 5.000 mempunyai nilai ARA > 25%, sedangkan harga saham acuan > Rp. 5.000 memiliki nilai ARA > 20%.

ARA saham bisa diketahui dengan sangat mudah, karena cukup dengan melihat order antrean jualnya saja. Sebagai contoh, harga saham A ketika penutupan hari kemarin sebesar Rp. 3.000. Maka nilai ARA saham yaitu 25%, yang berarti kenaikan harga hari ini untuk saham A sebanyak Rp. 750. Ketika nilai saham sudah mencapai Rp. 3.750, maka otomatis order akan ditolak oleh sistem.

Pengertian ARB dalam Saham

Istilah ARA dan ARB dalam saham sudah tidak sulit untuk dipahami, apabila anda sudah mengetahui terkait dengan auto rejection dan ARA itu sendiri yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk ARB adalah auto rejection bawah. Jadi penggunaannya dalam saham yaitu untuk menentukan batas minimum penurunan harga dari saham tersebut.

BEI menetapkan nilai ARB yang berkisar antara 20% hingga 35% untuk situasi normal. Namun terjadinya pandemi covid-19 yang begitu berpengaruh terhadap performa saham, membuat BEI melakukan perubahan terhadap nilai ARB yang menjadi 7%. Diman ketika saham sudah mencapai nilai ARB tersebut, maka sistem pun akan melakukan penolakan atas semua order pembelian saham.

 Sebagai contoh, saham A pada penutupan bursa saham kemarin memiliki harga jual Rp. 5.000. Dengan batas ARB 7%, maka saham A ini memiliki nilai ARB sebesar Rp. 4.650. Jadi jika pada hari ini saham A mengalami penurunan harga di bawah titik tersebut atau di bawah Rp. 4.650, maka sistem pun akan otomatis melakukan penolakan terhadap order yang dilakukan.

Ciri Saham Mengalami Auto Rejection

Mengetahui ciri saham mengalami auto rejection juga penting dilakukan, selain memahami apa pengertian dari istilah itu sendiri. Untuk mengetahui apakah istilah ARA dan ARB dalam saham sudah terjadi atau tidak pada suatu saham tertentu, sebenarnya sangat mudah dilakukan. Karena ketika anda akan melakukan bid atau order, maka akan muncul tulisan merah “Rejected”.

Lantas bagaimana dengan saham yang belum benar benar mengalami auto rejection, apakah ada cirinya ? Mesti tidak selalu pasti, namun ada beberapa ciri yang bisa anda kenali pada saham yang akan mengalami auto rejection. Yang pertama yaitu fundamental saham bagus, akan tetapi tidak mampu menghasilkan laba.

Lalu ciri selanjutnya yaitu saham mengalami sideway sementara, kemudian langsung mengalami pertumbuhan laba yang maksimal. Munculnya berita serta berbagai isu terkait peningkatan harga saham, dan volume transaksi yang meningkat begitu tajam sampai masuk peringkat 1 top 20 pada hari yang sama juga bisa menjadi ciri dari saham yang mengalami auto rejection.

Auto Rejection Membuat Investor Tidak Rugi Besar

Ditolak memang tidak menyenangkan, termasuk ditolak dalam pembelian saham alias mengalami auto rejection dari sistem. Namun, meski judulnya penolakan, auto rejection ini nyatanya diterapkan oleh BEI demi kemaslahatan para investor saham. Pasalnya adanya mekanisme auto rejection tersebut dapat melindungi investor agar tidak rugi besar.

Dimana dengan adanya auto rejection dari sistem, maka harga saham pun tidak akan merosot terlalu signifikan yang dapat membuat investor merugi dalam jumlah besar. Di samping itu, harga saham juga tidak akan mengalami kenaikan yang gila gilaan. Yang mana kondisi tersebut mungkin dapat dimanfaatkan oleh oknum oknum atau bandar tertentu.

Pencegahan terhadap hal hal tersebut, membuat perdagangan saham di bursa efek Indonesia pun bisa bergerak secara sehat dan wajar. Investor juga bisa berpikir lebih jauh, apakah akan tetap hold saham atau sebaliknya. Istilah ARA dan ARB dalam saham bagi investor newbie mungkin mudah dipahami. Namun sebaiknya hindari membeli saham auto reject jika belum banyak pengalaman.

Saham yang terkena ARA atau ARB bisa sangat cepat mengalami perubahan harga, sehingga bisa berisiko membuat investasi yang baru anda buat langsung ambyar. Sebaiknya anda mempelajari bagaimana cara menganalisa yang tepat terlebih dahulu, baik analisis fundamental maupun teknikal. Sehingga investasi saham yang dilakukan pada akhirnya berhasil cuan.