Performance
management system atau sistem
manajemen kinerja, apakah berfungsi sebagai obat atau malah menjadi penyakit,
merupakan pertanyaan tantangan yang dirumuskan oleh Richard Rudman dalam
bukunya berjudul Performance Planning & Review: Making Employee
Appraisals Work (2014). Pertanyaan ini menjadi kristalisasi dari
pergumulannya dan hasil pengamatan dan riset yang dilakukan di sejumlah
perusahaan.
Penilaian
kinerja karyawan apakah menjadi obat untuk menyelesaikan banyak masalah dalam
suatu manajemen dan organisasi atau malah menjadi penyakit akut yang menajdi
penghambat bagi kemajuan dan keberhasilan perusahaan dan secara khusus untuk
pengembangan kinerja karyawan sesuai yang ditargetkan oleh perusahaan.
Hasil
pengamatan yang dilakukan, Rudman sampai pada kesimpulan besar bahwa selama ini
terjadi kesalahan fatal dan terus menerus yang dilakukan oleh perusahaan atau
organisasi dalam melakukan proses penilaian kinerja karyawannya.
Sehingga
apa yang diharapkan dari proses penilaian kinerja itu tidak pernah tercapai
dengan efektif. Bahkan yang terjadi sebaliknya, sistem penilaian kinerja
menjadi beban bagi semua orang yang ada didalam perusahaan itu sendiri. Lebih
parah lagi, banyak orang yang berusaha untuk menghindari melaksanakan sistem
penilaian kinerja itu.
Hasil penelitian dari Rudman mengidentifikasi paling tidak ada 7 alasan mengapa banyak orang menghindari melaksanakan sistem manajemen kinerja yang sering dikemukakan oleh para manajer:
- Formulir dan prosedur yang digunakan perusahaan
tidak masuk akal dan terkesan hanya sekedar tumpukan pekerjaan administrasi
yang tidak ada tujuannya. Dan dianggap menghabiskan dan buang-buang waktu yang
sia-sia belaka.
- Saya tidak punya waktu. Merasa jauh lebih bermanfaat mengerjakan hal lain daripada sekedar mengisi setumpuk formulir yang belum tentu dapat digunakan.
- Saya tidak
suka bertengkar atau ber-oposisi. Tidak bisa dihindari bahwa proses
penilaian kinerja karyawan akan membawa ketegangan yang tidak produktif antara
yang menilai dan yang dinilai. Terkesan untuk cari-cari kesalahan orang yang
dinilai apalagi bila selama ini tidak memiliki hubungan yang baik dan harmonis.
- Saya tidak mau bermasalah dengan karyawan. Apabila karyawan yang dinilai kinerjanya tidak baik, sangat mungkin karyawan merasa tidak didukung atau dibenci oleh atasan maupun penilainya.
- Saya tidak nyaman dengan karyawan. Sangat tidak
nyaman karena sikap saling curiga sangatlah kuat saat proses penilaian kinerja
berlangsung.
- Susah bagi saya untuk memberikan umpan balik kepada karyawan. Tidak mudah untuk selalu memberikan solusi sebagai umpan balik bagi setiap karyawan yang dinilai.
- Saya tidak mungkin mengawasi karyawan setiap waktu. Sistem penilaian kinerja
memposisikan para manajer untuk terus menerus melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap setiap karyawannya. Kalau tidak maka tidak bisa
memberikan penilaian yang obyektif.
Ketujuh
alasan-alasan yang dikemukakan oleh para manajer diatas merupakan pengalaman
yang cukup lama dijalani sehingga sangat bisa dimengerti bila sistem penelitian
kinerja itu disahkan bukan sebagai obat bagi penyelesaian banyak masalah,
tetapi malah menjadi beban, menjadi penyakit yang sangat mengganggu, dan kalau
perlu dihindari atau tidak perlu dilakukan. Bagaimana dengan respon karyawan
yang dinilai kinerjanya ?
Paling
tidak ada 7 buah alasan yang sering sekali dikemukakan oleh karyawan tentang
sistem penilaian kinerja di dalam perusahaan, yaitu:
Karyawan
mempunyai pengalaman buruk dengan sistem manajemen kinerja. Pengalaman buruk
ini hingga membuat trauma yang tidak sehat dalam melakukan pekerjaannya. Merasa
tidak banyak membantu mereka dalam bekerja lebih baik atau meningkatkan kinerja
yang diharapkan. Karyawan mempunyai pengalaman buruk dengan manajernya. Manajer
dianggap sebagai hakim terhadap semua kelemahan yang mereka alami selama
bekerja.
Manusia
tidak suka diawasi. Hanya karyawan-karyawan yang malas saja yang bisa bekerja
dengan pengawasan yang super ketat. Sementara, banyak karyawan tidak bisa
bekerja apabila pengawasan yang dilakukan sangat berlebihan. Manusia tidak suka
dikritik. Kritikan yang diberikan kepada karyawan pada umumnya lebih banyak
menurunkan moral kerja serta kinerja mereka, karena sesungguhnya manusia itu
sangat tidak nyaman terhadap kritik.
Manajer
tidak memberikan umpan balik. Kritik tanpa umpan balik yang membangun semangat
kerja akan menjadi soal yang serius bagi karyawan. Kritik boleh saja asalkan
diikuti dengan jalan keluar yang nyaman bagi si pekerja. Karyawan tidak tahu
apa yang diharapkan. Ketidak jelasan tujuan, target dan sasaran pekerjaannya
menjadi trauma ketika penilaian diarahkan pada capaian yang tidak pernah cukup.
Karyawan tidak tahu untuk apa sistem manajemen kinerja dilaksanakan.
Pendapat
dan pandangan yang dikemukakan diatas merupakan fakta dan realitas yang ada di
dalam perusahaan ataupun organisasi. Sangat bisa dipahami mengapa cenderung ada
penolakan terhadap penilaian kinerja itu. Situasi ini menjadi kritis, dengan
demikian apakah organisasi atau perusahaan tidak butuh penilaian kinerja bagi
karyawannya?
Saya
pikir, semua sepaham bahwa Performance Management
and Performance Appraisal masih sangat dibutuhkan oleh organisasi. Karena
tanpa penilaian kinerja bagaimana mungkin seseorang karyawan dinyatakan
berhasil atau gagal, hebat atau lemah, dipromosikan atau di kembangkan lagi,
gajinya dinaikkan atau diturunkan ? Semua jawaban ini hanya bisa dibuat kalau
ada hasil penilaian kinerja yang dilakukan.
Pengertian
Manajemen Kinerja
Performance Management atau manajemen kinerja adalah suatu pendekatan
sistematik untuk meningkatkan kinerja individu atau tim dalam mencapai tujuan
organisasi target organisasi yang sudah ditetapkan (Hendry, Bradley and
Perkins, 1997). Ini berarti bahwa tujuan akhir Performance Management adalah mendapatkan kinerja terbaik karyawan
dan organisasi untuk mencapai keuntungan dan pertumbuhan sambil mengembangkan
kompetensi karyawan dalam menghadapi tugas-tugas yang menantang.
Pemahaman
ini menjelaskan dengan sangat sederhana bahwa manajemen kinerja sesuatu yang
sangat vital dan mendasar dalam mengelola suatu perusahaan. Menjadi dasar untuk
mengembangkan karyawan mencapai kinerja terbaik mereka dari waktu ke waktu.
Bukan mencari kejelekan karyawan semata-mata tetapi mencari kelemahan karyawan
untuk menjadi dasar pendidikan dan pengembangan dimasa yang akan datang.
Richard
Rudman mencatat sejumlah instrumen dan proses yang perlu ada dalam sebuah
manajemen kinerja, yaitu perencanaan kinerja, termasuk di dalamnya perencanaan
tujuan dan obyektif, baik berupa strategic
directions Perusahaan. SOP maupun tujuan-tujuan pribadi pekerja; komunikasi
tentang performa dan kinerja yang berkelanjutan; pengumpulan data, pengamatan
dan dokumentasi; pertemuan untuk membahas kinerja; pelatihan untuk peningkatan
kinerja.
Bahkan
agar proses yang panjang ini tidak sia-sia belaka, serta untuk mendapatkan
manajemen kinerja yang baik, ada hal-hal yang harus dipenuhi, yaitu standar dan
pengharapan yang jelas, baik pada proses seleksi, penerimaan dan pelatihan
pegawai; atasan yang mau berfungsi sebagai coach;
atasan yang memberikan feedback
seawal mungkin, dalam konteks yang jelas; memiliki bahasa dan pemahaman yang
sama tentang standar kinerja dan tingkah laku kerja; feedback perlu dipahami sebagai peristiwa sehari-hari, seperti
seorang atlit mendapatkan feedback
saat bermain, atau aktor saat berakting; Sedapat mungkin feedback bersifat dua arah; dan pelatihan dan pengembangan pekerja
yang searah dengan standar yang diharapkan dan diukur.
Implementasi
Penilaian Kinerja
Pola
tradisional dalam melaksanakan penilaian kinerja karyawan harus ditinggalkan
karena cenderung menjadi penyakit ketimbang menjadi obat bagi penyelesaian
masalah yang ada. Secara tradisional pelaksanaan penilaian kinerja sangat tidak
melekat dengan proses manajerial secara keseluruhan, bahkan terkesan
pelaksanaannya hanya dilakukan sekali setahun, itupun kalau tidak
kelupaan.
Bahkan
dilakukan bukan diakhir tahun buku kerja perusahaan, tetapi setelah memasuki
awal tahun buku berikutnya. Praktis, semuanya akan sangat mungkin sudah
kadaluarsa, sehingga 7 ungkapan manajer dan karyawan diatas menjadi indikasi
kuat lemahnya sistem pelaksanaan penilaian kinerja. Rudman menawarkan Performance
Planning and Review yang dilakukan secara holistic dan bukan secara
terpisah-pisah. Holistik dimaksudkan bahwa penilaian kinerja itu sudah mulai
dirancang sejak Job Description
dilakukan terhadap setiap posisi atau job
yang ada dalam perusahaan.
Job description
menjadi acuan dasar untuk melakukan penilaian kinerja seorang karyawan sejak
dia duduk pada posisi pekerjaannya sampai melakukan kerja setiap hari. Semuanya
direkam dengan instrument penilaian
kinerja yang mapping dengan target-target
yang sudah di tetapkan.
Cara
ini menolong setiap karyawan untuk melihat setiap saat apakah target kerjanya
tercapai atau tidak, karena tertuang dengan sangat jelas, lengkap dan tersistem
dalam dokumen job description yang ditetapkan oleh manajemen
perusahaan. Indikator capaian kinerja sama-sama dipegang oleh karyawan maupun
manajernya. Evaluasi dilakukan setiap saat dan dengan sistem yang tidak mengganggu
ritme pekerjaan mereka sepanjang tahun.
Briefing
atau short meeting setiap hari, atau setiap akhir pekan, atau setiap akhir
bulan menjadi arena bagi manajemen dan karyawan untuk melakukan penilaian
kinerja karyawannya. Sekaligus memilih alternative
tindakan untuk menyelesaikan masalah yang muncul disetiap bidang pekerjaan.
Manajemen by Objective secara
holistic, partisipasi dan mengacu pada goal
bersama. Cara ini menolong karyawan untuk menjadi pekerja yang mandiri
dan profesional dengan pengendalian yang minimalis. Rudman menekannya kata Review menjadi kata kunci dalam melakukan penilaian kinerja karyawan.
Review berarti bersama-sama melihat
apakah semua SOP yang ada dilakukan secara benar atau tidak benar, dan melihat
indikator target setiap simpul pekerjaan yang ada.
Karyawan akan mampu melakukan self-assessment terhadap kinerja sendiri, dan mampu mengidentifikasi way-out yang efektif untuk itu. Manajer sekedar memberikan support, empowerment, and approvement. Richard Rudman menekankan pentingnya Planning dan Review, agar Making employee appraisal work, artinya karyawan bisa melakukan penilaian terhadap pekerjaannya sendiri. Inilah yang disimpulkan sebagai Performance Appraisal System sebagai Obat dan bukan Penyakit !