Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan populasi umat muslim terbesar di dunia, seharusnya memiliki pasar modal syariah yang dapat berkembang secara pesat. Namun nyatanya setelah 23 tahun usia pasar modal Indonesia, pasar modal syariah belum dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan.

Kendati memiliki potensi pasar yang sangat besar, produk investasi syariah tidak secara otomatis langsung diminati investor domestik. Jumlah investor syariah dibandingkan total investor di pasar modal kenyataannya masih belum terlalu banyak.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku otoritas tertinggi di pasar modal Indonesia menyadari bahwa potensi yang besar tidak dapat teraktualisasi secara alami tanpa upaya yang luar biasa untuk merangsangnya. Oleh sebab itu, Self Regulatory Organization (SRO) pasar modal bersama dengan OJK melakukan kick-off Program Edukasi Pasar Modal Syariah 2019 pada pertengahan Maret lalu.

Perkembangan Pasar Modal Syariah

Upaya pendalaman pasar modal syariah sebenarnya sudah dimulai sejak lama. Jejaknya bisa ditelusuri sejak tahun 1997 dengan terbitnya produk reksa dana syariah pertama oleh PT Danareksa Investment Management. Namun, baru pada tahun 2011 perkembangan pasar modal syariah mulai dapat terlihat.

Sejak itu, perkembangan pasar modal syariah sudah cukup pesat dan signifikan bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Jumlah investor syariah meningkat hampir 9.000% dari hanya 531 investor pada 2012 menjadi 47.165 investor per Februari 2019. Meski demikian, jumlah investor saham syariah baru mencapai 5,2% dari total investor saham Indonesia.

Hasan Fawzi, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, mengatakan bahwa pasar modal syariah Indonesia merupakan satu dari sedikit pasar modal di dunia yang menjalankan prinsip syariah secara end to end. Artinya, seluruh proses investasi mulai dari pendaftaran menjadi investor, rekening efek, rekening dana nasabah, instrumen investasi hingga fasilitas transaksinya sudah memenuhi prinsip syariah.

Per Februari 2019, 68% dari saham beredar di BEI merupakan saham syariah. Jumlah saham ini mencakup 52% dari total kapitalisasi pasar di BEI. Volume transaksi efek syariah mencapai 66%, sedangkan frekuensinya mencakup 67%, dan nilianya 61% dari total aktivitas transksi harian.

Di sisi lain, sudah ada 13 sekuritas yang menyediakan Sharia Online Trading System (SOTS) bagi investor syariah. SRO juga sudah mengantongi fatwa syariah dari DSN-MUI, yakni Fatwa No. 80 Tahun 2011 untuk Transaksi Efek di BEI, serta  Fatwa No. 124 untuk Penyelesaian Transaksi KSEI.

Tantangan Pasar Modal Syariah

Upaya pendalaman pasar modal syariah menjadi PR besar pemerintah bersama SRO untuk saat ini. Tantangan pendalaman sejatinya hanyalah mengenai kurangnya sosialisasi serta literasi investor tentang pasar modal syariah. Pada dasarnya investor syariah butuh kepastian pemenuhan prinsip syariah dalam seluruh ekosistem pasar modal, di mana hal tersebut sebenarnya sudah terpenuhi, hanya saja belum cukup terkomunikasikan dengan baik.

Di sisi lain, jumlah investor yang relatif masih sedikit pun meragukan para penerbit instrumen, dalam hal ini korporasi, untuk menerbitkan instrumen syariah. Padahal, instrumen syariah sebenarnya bisa dibeli oleh investor manapun, tidak melulu hanya investor yang emotionally engaged pada prinsip syariah.

Saat ini, market share instrumen syariah masih sangat terbatas. Memang saham syariah sudah mendominasi dengan 51,98% dari kapitalisasi pasar saham akhir 2018, tetapi sukuk korporasi baru 5,54% dari total outstanding, reksadana syariah baru 7,12% dari total NAB, dan sukuk negara baru 19,37% dari total outstanding. Lebih lanjut, menurut catatan Fadilah Kartikasasi, Direktur Pasar Modal Syariah OJK, Indeks literasi dan inklusi keuangan pasar modal syariah kenyataannya masing-masing baru 0,02% dan 0,01%. Itulah sebabnya program edukasi pasar modal syariah menjadi sangat penting.

Upaya Pengembangan Pasar Modal Syariah

OJK kini tengah mempersiapkan road map baru bagi pengembangan pasar syariah untuk periode 2020-2024. Peningkatan produk dan investor masih akan menjadi fokus utama road map ini. OJK akan melakukan relasaksi aturan serta memikirkan insentif atau upaya lain yang bisa ditawarkan. Salah satunya adalah program OJK bersama dengan industri pasar modal syariah dalam rangka  mengedukasi masyarakat secara berkelanjutan, yaitu kampanye reksadana syariah investasiku atau SAKU. Program SAKU menyasar kelompok investor usia SMA dan perguruan tinggi untuk memperkenalkan investasi sejak dini.

Dari sisi SRO, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) saat ini juga sudah mengantongi fatwa DSN-MUI yang menjadi pelengkap bagi pemenuhan prinsip syariah pasar modal domestik. Kini, tidak ada alasan bagi masyarakat investor, khususnya umat muslim, untuk menahan diri berinvestasi di pasar modal. Apalagi dengan sudah dikeluarkannya aturan OJK mengenai simplifikasi pembukaan rekening efek dan rekening dana nasabah yang memberikan kemudahan bagi  masyarakat untuk mulai berinvestasi di pasar modal.

Jadi tunggu apa lagi? Ayo berinvestasi di pasar modal syariah!




Artikel ini telah diterbitkan 
https://akucintakeuangansyariah.com/perkembangan-dan-tantangan-pasar-modal-syariah/