Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keungan (OJK), Wimboh Santoso menghadiri acara Ijitima’ Sanawi dan Semiloka tahun 2019 yang diselenggarakan oleh Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan OJK.
Menurut Wimboh, Ijtima’ Sanawi ini sangat penting baginya selaku Ketua Dewan Komisioner OJK. Karena dalam acara ini, Ia bersama dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan stakeholder terkait dapat membicarakan hal-hal mengenai industri jasa keuangan syariah yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Dalam kurun waktu satu tahun terakhir saja banyak sekali perubahan di bidang ekonomi yang mempengaruhi ekosistem jasa keuangan syariah.
Wimboh menyatakan ada 3 poin penting yang perlu digarisbawahi. Pertama, banyak hal baru dalam dunia ekonomi, pada awalnya 2 atau 3 tahun terakhir, otoritas merasa positif dengan keadaan ekonomi Indonesia, tapi karena kebijakan free trade Amerika Serikat yang diluar dugaan, kebijakan ekonomi Indonesia juga berubah total. Banyak negara mitra dagang Amerika, seperti, China mengalami defisit yang cukup besar karenanya. Hal ini berimbas pada eksportir Indonesia yang ikut mengurangi pasokannya ke China.
Poin kedua, menurut Wimboh adalah pentingnya membuat business plan lembaga jasa keuangan syariah yang berbasis teknologi. Teknologi ini harus dijadikan backbone. “Mau tidak mau produk keuangan syariah harus menggunakan teknologi, strateginya harus dirubah, dari yang konvensional ke yang digital” ungkapnya. Ia juga menyatakan bahwa kuncinya terletak pada bagaimana mentransform bisnis jasa keuangan syariah, baik prosesnya maupun produknya harus lebih banyak menggunakan teknologi. “Kalau lembaganya masih menjalankan bisnis secara tradional, misalnya, nasabah harus hadir kalau mau transfer atau mau transaksi, nasabah jadi tidak nyaman. Sedangkan bank lain sudah bertransaksi secara digital, nasabah tidak harus hadir, pasti nasabah nyaman. Kalau bisnis tidak ditransform ke digital, nasabah pasti pindah” tambahnya.
Guru besar Universitas Sebelas Maret (UNS) ini juga mengingatkan perlunya sinergi antara komisaris, pengurus, dan DPS. Jangan segan untuk meminta arahan dari OJK, pasti OJK akan membantu. Tinggal bagaimana cara eksekusi dari sisi kesyariahannya. Semua sektor jasa keuangan syariah bisa lebih maju dengan teknologi baik itu perbankan syariah, asuransi syariah, maupun pasar modal syariah.
Seperti contoh di asuransi syariah, tidak perlu biaya tenaga marketing door to door yang terlalu besar, Perbankan syariah tidak perlu telalu banyak cabang, sebenarnya bisa menggunakan agen dengan memberdayakan mesjid. Bisa juga membuat program tabungan ke sekolah-sekolah, pesantren atau madrasah, tabungan harus sudah menggunakan teknologi kartu ATM plastik digital bukan buku tabungan. Di pasar modal, bisa menarik investor ritel dengan kemudahan teknologi untuk bertransaksinya, margin bisa lebih besar.
Poin ketiga adalah masalah struktural. Wimboh mengaku, masalah struktural adalah tugas OJK. Hal ini berkaitan dengan bagaimana membuat skala ekonomi yang besar agar industri keuangan syariah bisa lebih berkompetisi. “Sehebat apapun DPSnya, kalau skala ekonominya masih kecil, tetap tidak akan bisa menyaingi konvensional, masalah ini adalah tugas OJK” kata Wimboh. Cara mentransformnya adalah dengan menjadikan skala ekonominya kompetitif, dan kata kunci untuk melakukan transformasi ini adalah adalah dengan sinergi antara stakeholder.
Mengembangkan produk dengan digitalisasi adalah ajang competitive advantage, “instal softaware kan mahal, bisa beli satu untuk rame-rame. Sinergi. Konsultannya satu buat rame-rame. OJK yakin ceruk Industri keuangan syariah akan menjadi besar. Ceruknya besar, spendingnya juga bisa besar untuk bayar sistem, dll. Jika competitive, nasabah tidak akan lari” tambahnya.
Cita-cita OJK cerukya bisa 20%, imbuhnya. Wimboh sangat mendorong pengembangan keuangan syariah karena potensinya masih sangat besar, terutama di daerah.
Selain itu, ada catatan penting dari Ketua Dewan Komisioner OJK ini, yaitu hal penting yg menjadi tugas otoritas atau pemerintah adalah mendorong entrepreneurship anak mudanya. Berdasarkan pantauannya, dalam beberapa puluh tahun terakhir, pengusaha besar dan sukses tidak bertambah, sedangkan penduduk terus bertambah. “Entrepreneur tidak bertambah jumlahnya, kalau kita lihat orang kaya, ya itu-itu juga. Harusnya anak muda umur 20 tahun banyak yg menjadi entrepreneur. kita punya Gojek, Tokopedia, dan Bukalapak, karena teknologi, hebat kalau anak muda banyak yang bisa menjadi entrepreneur seperti itu”. Wimboh juga menyampaikan bahwa jumlah kredit di akhir 2018 sudah double digit, tetapi Product Domestic Bruto (PDB) tidak naik. “PDB kita masih 5,05, targetnya 5,2 atau 5,3” pungkasnya.
Ternyata ketika dicek anatominya, kredit hanya diberikan kepada orang-orang itu juga, orang-orang yang sudah lama menjadi entrepreneur. Seharusnya entrepreneur baru distimulus kredit terutama yang di daerah. Jika PDB tidak naik, maka pajak juga akan susah didapat pemerintah. Oleh karenanya, OJK mendorong anak-anak muda untuk kreatif dan menjadi entrepreneur, bukan jadi pegawai. Semua bidang entrepeneur bisa dikembangkan dengan teknologi. Karena teknologi adalah backbone.
Situasi sudah berbeda, tantangan ekonomi menjadi lebih berat, skala ekonomi syariah harus diperbesar. Bukan hanya size kuenya, tapi juga basis entrepneurnya. Wimboh yakin ekonomi syariah berbasis teknologi bisa menjadi urat nadi perekonomian Indonesia.
Artikel ini telah diterbitakn di
https://akucintakeuangansyariah.com/teknologi-harus-jadi-backbone-kemajuan-ekonomi-syariah/