Namun ketika dana investor asing berhamburan keluar, di tahun 2017 kemarin IHSG bukannya melemah namun justru menguat 19.99% sepanjang tahun. Nah pertanyaannya dengan di tahun 2018 ini The Fed kembali berencana untuk menaikkan suku bunga 3X di bulan Maret, Juni, dan September, bagaimana pengaruhnya terhadap IHSG ke depannya?
Sekilas Tentang The Fed dan Sejarah Fed Rate
Sebelum menjawab pertanyaan
tersebut, Penulis coba menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Fed
Rate. Fed Rate adalah tingkat suku bunga yang dijadikan acuan bagi suku bunga
pinjaman Bank dan lembaga keuangan di Amerika Serikat. Fed Rate ini kalau di
Indonesia mungkin lebih familiar disebut dengan BI Rate. Kalau BI Rate
dikeluarkan oleh Bank Indonesia, maka Fed Rate dikeluarkan oleh The Fed di
Amerika.
Sedikit flashback ke belakang, sejak Desember 2008 Fed Rate telah berada di level yang sangat rendah yaitu 0.25%. Pada tahun tersebut The Fed menurunkan suku bunga karena pada tahun 2008 perekonomian Amerika Serikat sedang lesu-lesunya dan mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah. Bahkan setahun setelahnya (tahun 2009), pertumbuhan ekonomi di Amerika sempat tercatat sampai negatif 4.2%. Dan sama hal nya seperti BI Rate, The Fed mengendalikan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan Fed Rate tadi. Jadi untuk kembali meningkatkan pertumbuhan ekonomi Amerika yang sedang lesu, Fed Rate kemudian menurunkan tingkat suku bunga nya dari 3.5% ke 0.25%. Tujuannya adalah “memaksa” Bank dan Lembaga keuangan untuk menyalurkan kredit ketimbang hanya memarkir dana nya di The Fed. Kalau Bank dan Lembaga keuangan di Amerika hanya mau menaruh dana di The Fed, praktis mereka hanya akan menerima bunga yang sangat kecil, yaitu 0.25%. Jadi mereka lebih baik menyalurkan dana nya dalam bentuk kredit untuk membantu usaha-usaha yang ada untuk berekspansi, sehingga akan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan, dan menumbukan perekonomian di Amerika. Untuk lebih jelasnya, Anda bisa melihat data Pertumbuhan Ekonomi Amerika dan Fed Rate selama 10 tahun terakhir di bawah ini…
Pertumbuhan Ekonomi di Amerika (Atas) dan Fed Rate (Bawah).
Perhatikan ketika Pertumbuhan Ekonomi lesu, The Fed menurunkan Fed Rate
Lebih lanjut lagi, ketika Fed
Rate diturunkan ke 0.25%, maka bukan hanya suku bunga tabungan saja yang
menjadi rendah, melainkan kupon obligasi yang dikeluarkan perusahaan
Amerika juga menjadi rendah, sehingga para Asset Management di Amerika
pastinya mencari instrumen investasi lain yang bisa memberikan return lebih
daripada yang ditawarkan oleh return obligasi tersebut. Hal tersebut yang
kemudian membuat banyak Asset Management menempatkan investasi nya di
negara-negara berkembang, termasuk salah satunya adalah Indonesia.
Dalam historical IHSG sendiri selama periode 2009 – 2016, terlihat bahwa
komposisi investor asing lebih banyak mendominasi IHSG. Secara historical,
investor asing mendominasi IHSG dengan komposisi sekitar 58% – 68%, sebelum
investor domestik mulai mengambil alih di tahun 2017 kemarin karena kampanye
Yuk Nabung Saham. Untuk lebih jelasnya, Anda bisa baca kembali artikel tentang
kepemilikan investor asing di IHSG di sini.
Grafik Komposisi Kepemilikan Investor
periode 2007 – 2016
(Source: www.idx.co.id)
Kalau The Fed menurunkan Fed Rate saat perekonomian Amerika sedang lesu, bagaimana di Indonesia? Di Indonesia sendiri ceritanya kurang lebih sama. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat memburuk ketika tahun 2008 – 2009, di mana tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia jatuh ke 4%, yang membuat Bank Indonesia menurunkan BI Rate dari 9% ke 6.5%. Demikian pula pada tahun 2015, ketika Indonesia hanya mencatatkan pertumbuhan ekonomi 4.8%, membuat Bank Indonesia kembali menurunkan BI Rate secara bertahap dari 7.5 % menjadi 4.25%. Untuk lebih lanjutnya, bisa lihat data Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan BI Rate selama 10 tahun terakhir di bawah ini…
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia (Kiri) dan BI Rate (Kanan).
Perhatikan ketika Pertumbuhan Ekonomi lesu, Bank Indonesia menurunkan BI Rate
Nah kembali pada permasalahan awal, di tahun 2017 kemarin akhirnya The Fed untuk pertama kalinya menaikkan suku bunga secara bertahap dari 0.25% ke 1.5%. Salah satu penyebabnya adalah karena pertumbuhan ekonomi di Amerika sendiri sudah cukup stabil selama beberapa tahun terakhir. Per Desember 2017, tingkat pertumbuhan ekonomi Amerika adalah sekitar 2.5%, yang artinya sudah jauh lebih baik dari tahun 2008 dan 2009 (bisa cek kembali historical pertumbuhan ekonomi di Amerika di atas). Sejauh ini, tidak ada yang tahu sampai level berapa The Fed akan menaikkan suku bunga ke depannya. Karena berdasarkan historical, Fed Rate juga pernah berada di level 19% pada awal 1980 an. Oleh karena itulah, negara-negara berkembang kemudian ikut menaikkan suku bunga acuan agar mata uang nya tidak melemah. Di Asia sendiri, beberapa negara yang sudah terlebih dulu menaikkan suku bunga acuan adalah Malaysia, Korea Selatan, sampai Malaysia.
Dilema yang Dihadapi Bank Indonesia
Nah bagaimana dengan Bank Indonesia? Apakah Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga BI? Saat ini Bank Indonesia hanya memiliki dua pilihan, yaitu mempertahankan BI Rate di 4.25% atau kembali menaikkan suku bunga, karena opsi menurunkan kembali BI Rate ke 4.0% jelas sudah tidak memungkinkan. Nah di sini lah letak dilema nya.
Opsi pertama adalah Bank
Indonesia mempertahankan BI Rate di 4.25%. Hal positifnya adalah pertumbuhan
ekonomi Indonesia bisa semakin melaju. Pemerintah sendiri di tahun 2018
mentargetkan pertumbuhan ekonomi di angka 5.4%. Perlu dicatat bahwa 5.4%
ini bukan the best performance nya negara kita.
Beda dengan Amerika tadi, di mana untuk pertumbuhan ekonomi 2.5% sudah
terbilang bagus untuk ukuran negara maju, namun angka 5.4% bukan prestasi
terbaik Indonesia. The best performance nya Indonesia adalah
di level pertumbuhan ekonomi 6.75% ketika di tahun 2011. Dengan kata
lain, Indonesia sedang dalam siklus ekonomi Early Recovery. Nah
dengan BI Rate tetap di 4.25% tentu akan membantu pemerintah untuk mencapai
tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Namun risikonya, yaa itu tadi
akan terjadi capital outflow secara besar-besaran. Karena para
Asset Management pastinya berpikir lebih baik kembali menyimpan uangnya di The
Fed yang nyaris tanpa risiko, ketimbang harus menyimpan uangnya di Indonesia yang
notabene baru meraih Investment Grade dari S&P di tahun 2017 kemarin.
Baca Lagi : Bagaimana Investment Grade Bisa Mempengaruhi IHSG
Opsi kedua adalah Bank Indonesia
kembali menaikkan BI Rate mengikuti The Fed. Skenarionya berkebalikan dengan
opsi pertama tadi, di mana hal positif dengan kembali dinaikkannya BI Rate
adalah dapat menahan capital outflow, yang mana Indonesia juga
masih membutuhkan dana investasi dari negara luar. Namun sebaliknya risiko nya
adalah target pertumbuhan ekonomi akan lebih sulit lagi untuk tercapai, karena
Bank dan Lembaga Keuangan di Indonesia praktis akan mengurangi penyaluran
kredit dan memilih untuk menyimpan uangnya di Bank Indonesia. Bank Indonesia
sendiri biasanya menaikkan BI Rate dengan tujuan untuk menahan inflasi agar
tidak terlalu tinggi, seperti yang terjadi di tahun 2013. Sedangkan di awal
2018 ini saja inflasi masih relatif rendah yaitu 3.25%.
Penulis sendiri melihat
setidaknya untuk saat ini, Bank Indonesia akan tetap mempertahankan BI Rate nya
di 4.25%. Namun jika ternyata The Fed benar-benar menaikkan Fed Rate ke level
di atas 2%, maka saat itulah kemungkinan Bank Indonesia akan kembali menaikkan
BI Rate.
Bagaimana Dampak Kenaikan The Fed Terhadap Pasar Saham ?
Meskipun sejumlah analis
mengatakan bahwa The Fed erat kaitannya dengan IHSG, namun Penulis tidak
melihat demikian. Secara teori, ketika Fed Rate naik maka dana
investor akan berhamburan keluar menuju Amerika, dan IHSG akan bergerak turun.
Namun secara historical tidak selalu terjadi seperti itu. Kita
sudah menyaksikan sendiri bahwa di tahun 2017 kemarin ketika investor asing
mencatatkan Net Sell Rp 45 triliun, IHSG justru bergerak menguat 19.99% sepanjang
tahun. Sebaliknya ketika Fed Rate masih adem ayem di level 0.25%, IHSG tercatat
2X mengalami periode bearish, yaitu ketika IHSG mengalami penurunan di tahun
2013 dan 2015.
Berkaca pada situasi di mana saat ini investor asing relatif tidak
memegang barang di pasar saham Indonesia, maka Penulis melihat efek kenaikan
The Fed sebanyak 3x di tahun 2018 ini tidak akan terlalu berpengaruh secara
signifikan. Apakah itu artinya IHSG tidak akan turun? Enggak juga… Maksud yang
ingin Penulis sampaikan adalah Fed Rate bukan faktor satu-satunya yang
menentukan naik atau turunnya IHSG. Melainkan ada banyak faktor lainnya
yang mempengaruhi naik atau turunnya IHSG seperti nilai tukar rupiah, valuasi
IHSG itu sendiri, pertumbuhan ekonomi, dll… Jadi, kalau IHSG nanti memang
bergerak turun, maka bukan berarti hanya dipengaruhi oleh
naiknya Fed Rate, melainkan mix and match dari
faktor-faktor di atas juga…