Sebagai negara dengan sumber daya alam yang beragam ditambah dengan stabilitas ekonomi yang baik, dan negara dengan mayoritas penduduk usia produktif (bonus demografi), tentunya membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan tujuan investasi yang sangat menarik,

khususnya industri pasar modal. Terbukti selama 10 tahun terakhir (2006-2016), return pasar modal Indonesia menyentuh angka 317% dan sekaligus menjadi peringkat pertama negara dengan return investasi terbesar di dunia. Berdasarkan data dari IDX, saat ini nilai total kapitalisasi pasar (market capitaliztion) Bursa Efek Indonesia adalah 6.400 T dari 555 keseluruhan perusahaan yang tercatat, yang mana hal ini menunjukkan bahwa Bursa Efek Indonesia semakin berkembang dan akan semakin menjanjikan di mata investor [1].

Namun, menariknya pasar modal Indonesia ini masih kurang dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia karena masih rendahnya literasi masyarakat terkait industri pasar modal. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2016, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia terkait pasar modal ini masih berkisar pada angka 4,4% dan dengan tingkat inklusinya (implementasi penggunaan produk) yang masih berada pada angka 1,25% [2]. Angka yang sangat kecil dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Singapura yang berkisar pada angka 20-30% (OJK). Berbagai strategi telah dilakukan dan terus akan dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia guna meningkatkan literasi pasar modal kepada masyarakat Indonesia, mulai dari program sekolah pasar modal hingga program Yuk Nabung Saham.

Saat ini, jumlah investor di Indonesia mencapai kurang lebih 586.000 investor, baik domestic investor maupun foreign investor, dengan komposisi dana investasi mayoritas (60%-70%) yang masih dikuasai oleh investor asing (IDX). Keadaan tersebut tentunya akan membuat pasar modal Indonesia menjadi rentan terhadap krisis ekonomi global, mengingat IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) merupakan indikator utama kinerja pasar saham, sekaligus menjadi salah satu indikator penting bagi perekonomian Indonesia. Meskipun IHSG tidak secara langsung berdampak pada perekonomian Indonesia atau sektor riil Indonesia, penurunan IHSG yang membuat para investor lokal mengalami cut loss atau dananya tertahan pada saham tersebut akibat turunnya harga saham yang dia miliki, dan membuat daya beli mereka turun, sehingga akan berdampak pada konsumsi mereka dan membuat pendapatan sektor riil menurun [3].

Bursa Efek Indonesia senantiasa melakukan pengembangan produk agar semakin menarik minat calon investor dalam berpartisipasi dalam industri pasar modal Indonesia. Saat ini, terdapat 6 golongan produk yang ada di Bursa Efek Indonesia, yaitu: saham, surat utang, derivatif, reksa dana dan ETF, serta Efek lainnya. Seperti yang kita ketahui, saham merupakan bukti kepemilikan investor atas suatu perusahaan. Saham merupakan aset yang bersifat ekuitas, atau dengan kata lain saham merupakan Efek yang memberikan hak pemiliknya untuk melakukan klaim atas penghasilan dan aset perusahaan. Keuntungan pemegang Efek berupa saham merupakan penerimaan dividen (laba perusahaan yang dibagikan ke investor) maupun capital gain (kenaikan harga saham di pasar saham). Selain dapat memberikan keuntungan bagi pemiliknya, saham juga memberikan kemungkinan kerugian dari fluktuasi harga pasar (capital loss). Pembelian saham minimal yang diterapkan oleh BEI adalah 1 lot (100 lembar saham) dengan harga pembelian yang sesuai dengan pasar per-lembarnya.

Produk selanjutnya merupakan surat utang (obligasi), yang merupakan bukti pemberian hutang investor kepada pihak penerbit obligasi. Keuntungan yang dapat diperoleh pemegang obligasi merupakan yield (bunga pinjaman). Tidak seperti saham yang telah diatur jumlah pembeliannya dalam satuan lot, obligasi memberikan keleluasaan bagi calon pemiliknya untuk menentukan sendiri berapa nominal penyertaannya berdasarkan persetujuan dengan pihak perusahaan Efek (perantara pedagang Efek) yang ditunjuknya. Begitu pula untuk bertransaksi saham, investor harus terlebih dahulu mendaftar sebagai nasabah salah satu/lebih perusahaan Efek untuk mendapatkan rekening Efek dan SID (single investor identification) untuk bertransaksi Efek di BEI [4].

Derivatif merupakan suatu instrumen dengan underlying asset tertentu. Contoh derivatif yang diperjual-belikan di BEI adalah Warrant, Right, dan Indeks LQ45 Futures. Waran merupakan hak untuk membeli saham baru perusahaan tercatat dengan harga yang telah ditentukan di awal dalam periode waktu tertentu. Warran sebenarnya merupakan Efek yang bersifat sweetener, karena waran biasanya diberikan secara cuma-cuma pada saat perusahaan melakukan penawaran umum (IPO), namun Efek ini juga dapat dijual kembali ke pasar oleh pemiliknya. Selanjutnya Right, merupakan hak memesan Efek terlebih dahulu. Biasanya instrumen ini dilakukan ketika emiten melakukan penawaran saham kedua. Right ini diberikan kepada pemegang saham lama berupa prioritas untuk membeli saham yang akan diterbitkan tersebut dan bersifat sebagai hak (dapat dipergunakan atau tidak), oleh karena itu pemiliknya dapat memperjualbelikannya di bursa. Instrumen derivatif terakhir merupakan Indeks LQ45 Futures. Instrumen derivatif ini merupakan kontrak/perjanjian berjangka yang menggunakan underlying asset berupa indeks LQ45 sebagai dasarnya [4]. Tujuan awal dibentuknya instrumen ini adalah dalam rangka lindung nilai portofolio investasi investor yang memiliki beta (risiko) yang mendekati beta saham LQ45, sehingga investor dimungkinkan untuk mendapatkan keuntungan lain apabila mengalami cutloss.

Instrumen selanjutnya adalah reksa dana dan ETF. Secara garis besar ETF juga merupakan instrumen reksa dana, yang mana investor tidak mengelola portofolio investasinya secara mandiri. Pihak yang mengelola portofolio investasi investor merupakan manajer investasi dari suatu perusahaan reksa dana yang telah dipilih. Investor hanya perlu menyetorkan dana penyertaan unit saja ke perusahaan tersebut. Keuntungan yang diperoleh investor adalah tergantung aset kelolaan reksa dana yang dipilih (saham/obligasi/campuran). Perbedaan dari reksa dana konvensional dan ETF adalah ETF dapat diperjualbelikan secara real-time. Sedangkan, reksa dana konvensional hanya memberikan fasilitas investornya untuk menyetor atau menarik dana penyertaan unitnya [4].

Instrumen terakhir yang ada di bursa adalah DIRE (REITs) dan EBA. DIRE merupakan kumpulan uang investor yang dikelola oleh manajer investasi dalam bentuk properti maupun saham perusahaan properti. Keuntungan yang diperoleh investor DIRE ini berasal dari keuntungan sewa properti bersih yang telah dikurangi dengan biaya pengelolaan properti atau keuntungan saham perusahaan properti, tergantung pemilihan aset investasi manajer investasi yang ditunjuknya. Sedangkan EBA merupakan instrumen yang nilainya dijaminkan dari aset yang disekuritisasi. Sekuritisasi merupakan proses transformasi aset dalam bentuk Efek yang lebih likuid dengan jaminan aset tersebut. Keuntungan yang diperoleh oleh investor berasal dari pembayaran bunga dan pokok.

Begitu banyak inovasi jenis produk yang ditawarkan pasar modal Indonesia untuk meningkatkan minat calon investor maupun investor lama untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia, dengan segala kemudahan yang diberikan oleh BEI dan dengan prospek return investasi di pasar modal Indonesia yang merupakan tempat investasi dengan return terbaik untuk investasi jangka panjang. Mungkin terkesan sulit dipahami bagi calon investor yang tidak memiliki background pendidikan ekonomi. Namun masih tetap ada solusi bagi calon investor yang tidak memiliki background pendidikan ekonomi, dan tertarik dengan industri pasar modal Indonesia, yaitu dengan terlebih dahulu membeli unit reksa dana dan/atau ETF dan sedikit demi sedikit mempelajari hal-hal terkait dengan pasar modal. Jalan lain yang bisa diambil oleh calon investor adalah mengikuti program “Yuk Nabung Saham”. Program ini bisa diambil untuk calon investor maupun investor pemula untuk berinvestasi, karena sistim program ini adalah investor dapat menyisihkan secara rutin dana yang ingin diinvestasikan pada saham (saham yang dipilih biasanya telah direkomendasikan oleh perusahaan efek yang telah dipilih investor), dan sedikit demi sedikit dapat mempelajari dari pola transaksi investasi tersebut. Jadi tunggu apa lagi? YUK KITA NABUNG SAHAM…. ?

Referensi

[1] IDX, "Annual Report 2016," IDX, Jakarta, 2016.

[2] OJK, "Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2016," in Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2016, Jakarta, 2016.

[3] A. H. Manurung and L. T. Rizky, Succesful Financial Planner: A Complete Guide, Jakarta: Grasindo, 2009.

[4] IDX, "Produk dan Layanan," IDX, [Online]. Available: www.idx.co.id/id-id/beranda/produkdanlayanan.aspx. [Accessed 9 September 2017].

Oleh : Famy Kurnia Putri
Capital Market Professional Development Program 2017