Dengan mengetahui kondisi
makroekonomi Indonesia akan memberikan pandangan secara “helicopter view” dan
memberikan kita “signal” dalam berinvestasi. Ada banyak sekali faktor yang
mempengaruhi perekonomian negara kita ini. Namun, saya mencoba untuk memilihkan
beberapa indikator yang paling berpengaruh terhadap perekonomian negara, dan
tentunya dari kacamata bursa saham IHSG. Berikut ini adalah beberapa indicator
yang perlu Anda cermati :
Neraca
Perdagangan
Neraca
perdagangan merupakan indicator yang penting untuk perekonomian sebuah negara.
Apabila impor > ekspor atau biasa disebut neraca defisit, maka negara
tersebut lebih didominasi barang-barang impor. Sebaliknya apabila ekspor >
impor atau biasa disebut neraca surplus, maka negara tersebut lebih didominasi
barang domestik. Dampaknya adalah kondisi perekonomian di dalam negeri, akan menjadi
lebih stabil, karena tingkat ketergantungan terhadap barang impor dari luar
relatif lebih kecil.
Apabila
terjadi neraca perdagangan defisit, dampak negatif nya adalah produsen
dalam negeri tidak dapat bersaing dengan barang impor, yang kemudian dapat mengakibatkan
banyak usaha dalam negeri gulung tikar, sehingga pengangguran pun menjadi
meningkat karena banyak tenaga kerja yang akan mendapatkan PHK. Selain itu,
pendapatan negara menjadi lebih sedikit sementara utang negara bertambah.
Sampai dengan Maret 2017, Indonesia mencatatkan neraca surplus sebesar USD
3.93 Miliar. Dibandingkan tahun sebelumnya, tingkat ekspor meningkat 20.7%
menjadi USD 40.54 Miliar, sementara Impor meningkat 14.7% menjadi USD 36.61
Miliar. Indonesia sendiri selama beberapa tahun terakhir selalu mencatatkan
surplus perdagangan, yang berdampak positif bagi perekonomian Indonesia.
Neraca Perdagangan Indonesia s/d Feb 2017
Tingkat
Inflasi
Inflasi
adalah meningkatnya harga-harga karena banyaknya jumlah uang yang beredar.
Tingkat inflasi yang terjaga membuat roda perekonomian lebih stabil,
dibandingkan tingkat inflasi yang terlalu tinggi. Tingkat inflasi di Indonesia
sendiri cukup stabil di range 3% – 4%. Update terakhir, inflasi meningkat 3.83%
year-on-year di bulan Februari 2017, dibandingkan dengan 3.49% di bulan Januari
2017. Angka ini memang merupakan inflasi tertinggi sejak Maret 2016 (4.45%),
namun demikian masih dapat dikatakan stabil.
Kenaikan
beberapa harga yang menyebabkan angka inflasi sedikit meningkat adalah housing
& utilities (3.71 % from 2.47 %), transportation (3.07
% from 2.76 %, raw food (4.39 % from 4.11 %, education (2.72
% from 2.70 %). Sementara beberapa harga yang tingkat inflasi nya menurun
adalah pakaian (2.99 % dari 3.12 %), kesehatan (4.06 % dari 4.07 %), dan
makanan siap saji (5.08 % dari 5.33 %). Sebagai gambaran, sewaktu terjadi
krisis moneter tahun 1998, inflasi mencapai titik tertinggi yaitu 82.40 % di
September 1998. Sebaliknya, Indonesia juga pernah mencapai deflasi (di mana
harga-harga cenderung turun) yaitu bulan Maret 2000.
Tingkat Inflasi Indonesia 2016 – 2017
Tingkat
Suku Bunga
Tingkat
suku bunga berbanding terbalik dengan investasi. Semakin tinggi tingkat suku
bunga, masyarakat akan cenderung untuk saving / menabung. Sebaliknya, semakin
rendah tingkat suku bunga, masyarakat akan cenderung untuk berinvestasi.
Katakanlah Anda sedang menunggu untuk membeli rumah. Namun ternyata bunga KPR
sedang tinggi, apa yang anda lakukan? Kemungkinan besar kalau belum butuh
banget, Anda akan menyimpan uang anda terlebih dahulu. Namun jika ternyata suku
bunga KPR rendah, maka Anda kemungkinan besar akan mengambil KPR tersebut.
Benar kan?
Nah,
tingkat suku bunga BI per Maret 2017 adalah 4.75%. Angka ini jauh lebih rendah
dibandingkan dengan di awal Januari 2016, di mana suku Bunga BI mencapai 7.25%.
Bahkan, suku bunga BI pernah mencapai 12.75% di akhir tahun 2005. Suku bunga
4.75% ini merupakan yang terendah selama setidaknya 10 tahun terakhir. Dengan
rendah nya suku bunga BI di tahun 2017 ini, masyarakat diharapkan menggunakan
uangnya untuk berinvestasi, sehingga perekonomian Indonesia akan bertumbuh.
Tingkat Suku Bunga 2016
Tingkat
pengangguran
Tingkat
pengangguran di Indonesia per Kuartal III 2016 adalah 5.61%, meningkat sedikit
dari 5.50% di Kuartal II 2016. Namun secara jumlah pengangguran berkurang dari
7.03 juta pengangguran menjadi 7.02 juta pengangguran. Jika dibandingkan dengan
akhir tahun 2015, di mana tingkat pengangguran adalah 6.18%, maka tentu saja
angka 5.61% tadi adalah angka yang positif. Bahkan jika kita tarik lebih jauh
lagi ke belakang, di akhir tahun 2011, tingkat pengangguran di Indonesia
mencapai 6.8%. Artinya, selama 6 tahun terakhir ini, tingkat pengangguran di
Indonesia sudah berkurang jauh. Hal ini tentu saja berdampak positif bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Upah
Minimum Tenaga Kerja
Upah
minimum tenaga kerja di Indonesia meningkat menjadi Rp 3.35 juta / bulan di
tahun 2017, meningkat dari Rp 3.10 juta per bulan di tahun 2016 (meningkat Rp
250 ribu per bulan). Apabila kita tarik data lebih jauh ke belakang, dapat kita
lihat di tahun 2012, upah minimum masih di angka Rp 1.68 juta / bulan. Dengan
kata lain, selama 5 tahun terakhir, upah minimum sudah meningkat 2x lipat.
Tentu saja peningkatan upah minimum tenaga kerja ini merupakan indikator yang
baik. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi upah minimum tenaga kerja, maka daya
beli masyarakat secara umum juga meningkat.
Upah Minimum Bulanan Indonesia 2012 – 2017
Tingkat
Konsumsi Konsumen
Peningkatan
upah minimum yang kita jelaskan dalam poin sebelumnya, berdampak juga kepada
kenaikan jumlah pengeluaran atau konsumsi di Indonesia, di mana tingkat
konsumsi di Indonesia mencapai Rp 1,307,300 Miliar di Kuartal IV 2016, bahkan
sempat mencapai Rp 1,307,604 Miliar di Kuartal III 2016. Angka ini jauh di atas
tingkat konsumsi pada tahun 2014 sebesar Rp 1,102,605 Miliar atau bahkan di
Kuartal I 2010 yaitu sebesar Rp 926,097 Miliar. Semakin tinggi tingkat konsumsi
konsumen yang berarti juga bahwa daya beli masyarakat meningkat, dan berputar
nya roda ekonomi yang berujung pada pertumbuhan ekonomi.
Tingkat Konsumsi Konsumen Indonesia 2014 – 2017
Kesimpulannya, jika Anda data makroekonomi kita di atas, maka sejauh ini kita dapat mengatakan bahwa makroekonomi kita sedang baik dan tidak ada masalah. Oleh karena itu, sebagai investor, kita bisa cukup tenang dalam berinvestasi. Anda sebagai seorang investor saham, perlu untuk mengikuti perkembangan makroekonomi tersebut, setidaknya sebulan sekali untuk mengikuti perkembangan nya.