Tulisan ini dibuat dalam
rangka acara tanggal 12 Mei 2018, persis dua tahun enam bulan, sejak pertama
kali kampanye Yuk Nabung Saham diluncurkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI),
tanggal 12 November 2015. Mungkin hanya suatu kebetulan belaka, tetapi ada apa
dengan 12 Mei 2018?
Sejenak mari kita tengok
saudara tua kita. Jepang, salah satu negara dengan skala ekonomi terbesar di
dunia, ternyata punya pekerjaan rumah besar pula, dalam hal menambah jumlah
investor pasar modalnya. Ternyata melek investasi bukanlah sesuatu yang umum di
sana, dan tentu saja ini mengejutkan, mengingat Jepang adalah negara maju dan
menjadi kiblat untuk banyak negara dan dalam banyak hal. Ada dua fakta menarik.
Pertama, jumlah penduduk usia tuanya yang tinggi, atau bahkan tertinggi di
dunia, sekitar sepertiga dari total populasinya. Kedua, di sisi lain, penduduk
usia mudanya tidak kunjung mulai berinvestasi. Bisa dibayangkan, ketika masanya
generasi tua itu “berlalu”, yang tertinggal adalah para milenial dan penduduk
usia muda, tetapi milenial dan penduduk usia muda yang tidak punya tabungan
investasi. Menakutkan bukan? Tingkat kepercayaan masyarakat untuk berinvestasi
di pasar modal yang rendah dipicu cerita lama tentang “menakutkannya” pasar
saham yang pernah terjun bebas di masa lalu. Plus, kondisi negara yang terus
menerus mengalami deflasi, tidak “memaksa” masyarakat untuk berinvestasi. Cukup
dan tetap nyaman dengan menaruh dana di bank, sekalipun dengan tingkat suku
bunga yang hanya 0,01%. Tidak heran, negara ini malah mendambakan inflasi, yang
untuk sebagian besar negara lainnya begitu ditakuti.
Pemerintah dan otoritas keuangan
Jepang sadar akan ancaman masa depan itu, tidak tinggal diam dan segera
mengambil tindakan antisipasi. Adalah program yang disebut NISA (Nippon
Individual Savings Account), diluncurkan tahun 2014, dan akan berlangsung
hingga 10 tahun ke depan. Sebuah kampanye, tetapi juga dibarengi dengan
pemberian insentif. Insentif pajak. Masyarakat yang membeli (menabung) saham
selama lima tahun, dalam jumlah maksimal total tahunan sebesar satu juta dua
ratus ribu yen (kira-kira seratus lima puluh juta rupiah) berhak atas insentif
tersebut. Bebas pajak atas capital gain
dan pajak atas dividen saham perusahaan yang dimiliki. Dua tahun berikutnya,
tahun 2016, juga diluncurkan Junior NISA, tabungan investasi untuk anak-anak
dari usia 0 hingga 19 tahun. Lebih lanjut, awal tahun 2018 ini, mereka
meluncurkan varian lainnya, Reguler Investment NISA. Semacam “Dollar-Cost
Averaging” untuk investasi secara berkala dan jangka waktu panjang, 20
tahun. Jepang, negeri yang indah, dengan masyarakat yang berbudaya tinggi,
serta kulinernya yang selalu ngangenin. Dan mereka sungguh beruntung,
karena program nasional ini mengajar dan mendorong masyarakat untuk mulai mengakumulasi
asetnya di produk-produk pasar modal, yang imbal hasilnya lebih optimal,
untuk tabungan masa depan dan hari tuanya.
BEI, ibarat seorang
petarung, memulai kampanye Yuk Nabung Saham, sendirian. (Superhero macam
Batman atau Iron Man juga adalah sosok-sosok yang kesepian sih.) Tentu
saja ada dan banyak suara-suara sumbang dan kontra di awal dan selama kampanye
berlangsung. (Entah hari-hari ini, semoga sudah banyak berkurang, dan semoga
kita semua sudah di perahu yang sama.) Layaknya sebuah bola salju kecil yang
mulai bergulir dari ketinggian puncak gunung es, Yuk Nabung Saham perlahan
mulai menggelinding sejak November itu. Bersyukur, dalam waktu
singkat, para “superhero”
lain mulai bergabung. Perusahaan sekuritas, sebagian kecil saja, karena hanya
sekitar tiga puluh dari total sekitar seratus sepuluh perusahaan yang ada.
Mereka bergabung menjadi partner dalam program Sekolah Pasar Modal, salah satu
kegiatan BEI yang paling efektif dalam menambah jumlah investor baru. Kegiatan
satu hari, pagi sampai sore, dengan tingkat inklusi 100%, mengkonversi peserta
menjadi investor. Beberapa perusahaan sekuritas di antaranya juga sangat aktif
bekerjasama dengan Bursa merambah hingga pelosok Nusantara, mendirikan galeri
investasi di banyak kampus-kampus perguruan tinggi.
Perguruan tinggi, dan ini
luar biasa fenomenal. Dalam kurun waktu dua setengah tahun terakhir, berdiri
lebih dari dua ratus galeri investasi di kampus-kampus seluruh Indonesia.
(Kalau kita sederhanakan, setiap minggu berdiri 1,5 galeri baru atau setiap dua
minggu berdiri 3 galeri baru. Anda pernah menemukan hal lain yang sama
fenomenalnya?) Universitas negeri, universitas swasta, institut, akademi,
sekolah tinggi, politeknik, dari kampus-kampus mewah mentereng, hingga
kampus-kampus dengan ruang kuliah sangat sederhana. Dari kota-kota besar kelas
ibukota provinsi hingga pelosok daerah kelas kecamatan. (Apakah seluruh galeri
investasi yang ada ini aktif? Jawabannya tentu saja tidak, karena ada saja yang
galerinya melompong atau yang terkunci gembok berkarat. Tetapi kampus dengan
Kelompok Studi Pasar Modal yang mahasiswanya aktif dan “militan” juga banyak.
Militan? Try them. Coba saja.)
Anak-anak KSPM yang
kemudian menjelma menjadi “agent of change” atau tepatnya “angel of
change”. Membawa bekal ilmu, pengetahuan, pengalaman investasinya pulang ke
kampung halamannya. Lalu membangun desa nabung saham, galeri gampong, masyarakat
nabung saham, kecamatan nabung saham, kabupaten nabung saham. Anak-anak
milenial yang tergerak mensejahterakan sanak saudara dan sesamanya. Milenial
jaman now yang sesungguhnya.
(Galeri investasi syariah
tidak kalah fenomenalnya. Pertama kali berdiri Desember 2015, hingga saat ini
telah hadir di 50 perguruan tinggi. Dan selama dua tahun, sejak akhir 2015 itu,
telah menambah jumlah investor saham syariah sebesar 459%!, menjadi 27.452
investor per Maret 2018 ini.)
Investor-investor
berwawasan luas dan berpandangan jangka panjang tidak ketinggalan berbagi
peran. Mereka membentuk komunitas-komunitas investor, saling berbagi, saling
mengajari, saling berdiskusi secara berkala. Komunitas-perkumpulan-paguyuan
tanpa orientasi bisnis dan profit, semata-mata untuk memasyarakatkan investasi,
sukarela mendukung Yuk Nabung Saham. Lintas usia, lintas profesi, lintas
daerah. (Catatan yang terdata di BEI, saat ini ada sekitar 400 komunitas
investor pasar modal di seluruh Indonesia. Mungkin akan sulit menemukan komunitas
macam ini di negara-negara lain, apalagi dengan jumlah sebanyak itu.)
Perusahaan tercatat di
Bursa tidak mau ketinggalan. Lebih dari lima puluh perusahaan tercatat (serta
ratusan kantor swasta, instansi, organisasi, perkumpulan) telah melakukan kegiatan
edukasi dan sekolah pasar modal untuk karyawan dan anggotanya. Puluhan ribu
rekening saham telah dibukakan, mulai dari para pimpinan perusahaan, hingga ke
para buruh. Dalam hal kepemilikan saham, mereka sekarang sama-sama owner,
hanya beda di jumlahnya saja. Beberapa turut memasang logo Yuk Nabung Saham di
produk mereka, bahkan ada perusahaan tercatat yang sudah turut mendirikan
galeri investasi di lokasi kantornya, dan terbuka untuk umum.
Lebih jauh lagi, lebih
banyak lagi “superhero” yang bergabung. Ada walikota, bupati, camat,
lurah, kepala desa dan jajarannya. Ada direktur pasar tradisional, ketua dana
pensiun, ketua tim penggerak PKK, pemilik rumah sakit, pemilik hotel, pemilik
cafe, pemilik koperasi. Bola salju Yuk Nabung Saham kita masih terus bergulir,
dan akan terus bergulir. Saat ini memang belum cukup besar, usianya baru dua
setengah tahun. Perjalanan masih jauh, sangat jauh. Tetapi akan menjadi sangat
besar, meraksasa dan powerful kalau lebih banyak lagi “superhero” yang
bergabung, termasuk “super superhero” pemerintah dan otoritas,
“menyelamatkan” 260 juta penduduk kita (dua kali lebih banyak dari penduduk
Jepang), untuk menjadi lebih sejahtera di masa tuanya.
Lalu, ada apa dengan
tanggal 12 Mei 2018?
Hari ini menandai bahwa
genap seluruh 34 provinsi di Indonesia telah memiliki galeri investasi,
akses langsung ke pasar modal dan Bursa Efek Indonesia. Kesempatan belajar
investasi (dan terhindar dari produk bodong), sekaligus menjadi investor pasar
modal telah terbuka lebar. Galeri investasi BEI yang diresmikan di Mamuju,
Sulawesi Barat pada tanggal 12 Mei 2018 menjadi tonggak sejarah baru,
melengkapi total 381 jumlah galeri investasi dan galeri investasi syariah di
seluruh provinsi negeri ini, tidak hanya berlokasi di kampus-kampus, namun juga
di titik-titik lokasi lainnya, seperti pasar tradisional, hotel, kedai kopi,
kantor perusahaan tercatat, kantor kecamatan, kantor PKK, rumah sakit, dan
koperasi.
Indonesia Nabung Saham.
Pada saat peresmian Galeri Investasi BEI di Universitas Tomakaka, di Mamuju
itu, saya teringat tahun lalu, 7 September 2017, pertama kali mendengar kalimat
itu. Tetapi, Indonesia Nabung Saham? Tidakkah terdengar terlalu idealis dan
berlebihan? Mungkin. Argh, tampaknya saya terlalu banyak bermimpi. Dan terlalu
sering nonton film superhero.