Sumber: https://www.google.co.id/amp/batam.tribunnews.com/amp/2018/09/05/kurs-tak-hanya-terhadap-dollar-as-rupiah-melemah-dari-mata-rang-regional


Pro-Kontra Melemahnya Rupiah

Rupiah melemah terhadap dolar Amerika, bahkan transaksi dalam money market telah menyentuh angka Rp 15.000 /dolar USA. Seluruh negeri-pun  "geger habis-habisan", seakan-akan "dunia akan kiamat" bagi Indonesia. Perdebatan-pun menjadi marak dimana-mana, mulai dari kalangan rakyat "jelata" hingga para elit politik di senayan. 

Para analis ekonomi-pun bersuara diberbagai media dan pemerintah-pun melalui para menteri bidang ekonomi dan keuangan menjadi "sibuk" memberi penjelasan dan mengambil keputusan-keputusan strategis terutama untuk jangka pendek.

Pro kontra dan perdebatan-pun ter-polarisasi menjadi dua kecenderungan utama, yaitu yang sangat pesimis mengkuatirkan akan situasi menjadi krisis dan yang optimis bahwa situasi akan baik-baik saja dan keadaan akan kembali normal kembali.

Perbedaan kedua kubu pemikiran ini sangatlah biasa dalam meramalkan masa depan ekonomi. Namun, oleh karena tahun ini memasuki tahun politik hingga tahun depan, yaitu Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif, maka isu tentang pelemahan rupiah terhadap dolar ini memiliki bobot politik yang sangat kuat.

Pelemahan nilai rupiah hingga nyaris menyentuh Rp15.000/dolar Amerika ini, menjadi amunisi yang sangat kencang untuk menyerang dan menghantam pemerintahan sekarang yang notabene juga masih menjadi calon kuat presiden tahun 2019, yaitu Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla dan Kabinet Kerjanya. 

Kelompok yang berpendapat pesimis terhadap situasi yang ada pada umumnya cenderung dari pihak yang berseberangan dengan pemerintahan sekarang. Dan yang berpendapat positif dan optimis bahwa situasi akan baik-baik saja cenderung yang "membela atau pro" pada pihak pemerintahan. Ini-pun sesungguhnya sangatlah wajar adanya dalam ranah perdebatan publik, dan harus diakui menjadi sangat menarik dan bermanfaat sebagai pembelajaran publik tentang situasi "genting" atau "penting" yang dihadapi oleh bangsa dan negara ini.

Kelompok yang sangat pesimis terhadap melemahnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika ini, bisa dipahami dengan baik. Mengingat peristiwa 20 tahun silam ketika terjadinya krisis ekonomi dan diikuti oleh krisis politik yang sangat berat, sehingga terjadinya kerusuhan diseluruh negeri hingga tumbangnya rezim Orde Baru atau Orba, dan Presiden Soeharto yang sudah sangat berkuasa selama 32 tahun tanpa jeda, akhirnya jatuh juga dengan sangat tidak terhormat bagi negeri ini. 

Peristiwa yang dikenal dengan Reformasi ini, sungguh sebuah peristiwa traumatis yang tidak mudah dilupakan oleh setiap orang di negeri ini.  Peristiwa kerusuhan dimana-mana, penghancuran dimana-mana, dan anak-anak negeri-pun berhadap-hadapan saling "membunuh" dan "merusak".

Peristiwa 12 Mei 1998 yang memakan korban anak-anak muda belia, mahasiswa dan sebagainya telah menjadi "warning" yang sangat kuat bagi publik Indonesia untuk tidak terulang lagi. Waktu itu, saat nilai rupiah melemah habis-habisan hingga menyentuh Rp 16.000an, memaksa banyak bank yang bangkrut dan usaha berantakan. 

Inilah penyebab utama sikap pesimis publik saat sekarang rupiah melemah hingga nyaris ke angka Rp15.000/dolar Amerika.

Publik yang sangat optimis bahwa melemahnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika ini tidak akan menyebabkan krisis apalagi kepailitan ekonomi Indonesia, dengan alasan yang juga sangat masuk akal. Yaitu, situasi saat ini sangat jauh berbeda dengan situasi pada 20 tahun yang lalu saat keluarga Cendana harus turun dari takhta kepresidenan. Publik meyakini saat ini kondisi ekonomi Indonesia masih sangat solid dan tentu kuat. Bisa dilihat dari angka-angka inflasi, pertumbuhan ekonomi, rasio hutang, dan lain-lain. Sehingga pelemahan nilai rupiah tidak akan menyebabkan collapse-nya ekonomi Indonesia.

Nilai Rupiah ditentukan Pasar

Saya tidak dalam posisi  mengetahui semua data tentang ekonomi Indonesia, kecuali yang bisa dibaca dan diikuti melalui media massa yang terus tersaji dengan baik. Namun, secara teori dapat dipahami dengan mudah bahwa nilai rupiah atau harga rupiah terhadap dolar, naik atau turunnya sangat ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap dolar  Amerika.

Ketika harga dolar Amerika terus naik menuju ke angka Rp15.000/dolar, itu artinya banyak orang membeli atau mengejar dan mengumpulkan dolar Amerika. Saking besarnya permintaan dolar, maka harganya menjadi naik, dan orang melepaskan rupiah dan menyimpan dolar itu.

Memang menjadi pertanyaan mendasar, mengapa orang mau memburu dolar itu ? Dan itulah yang menjadi penyebab utama mengapa rupiah terus melemah terhadap dolar.  Para ahli meyakini ada begitu banyak faktor yang menyebabkannya, baik yang faktor-faktor yang datang dari dalam Negeri Indonesia sendiri, dan terutama dan maupun  faktor yang datang dari luar negeri, atau penyebab faktor globalisasi, sebagai konsekuensi dari Sistem Perekonomian Indonesia yang "sangat" terbuka dari berbagai pengaruh dunia diseluruh muka bumi ini.

Saya pikir, pemerintah Indonesia, terutama Menteri Keuangan, Menteri Perekonomiannya dan menteri lainnya, sungguh sangat paham tentang ini dengan data-data yang tentu sangat akurat. Dan oleh karenanya mereka juga paham betul bagaimana menyelesaikannya segera, baik dan terutama untuk jangka pendek, maupun untuk jangka panjang.  

Sehingga keputusan pemerintah menaikkan pajak 1.147 barang impor merupakan keputusan yang sangat strategis untuk segera meredam laju pelemahan nilai rupiah terhadap dolar Amerika. Dan saya pikir mungkin akan segera dikeluarkan berbagai keputusan strategis lainnya untuk memulihkan keadaan nilai rupiah.

Masalah Trust Publik bagi Pemerintah

Bagi saya, melemahnya nilai rupiah terhadap dolar hingga Rp15.000, merupakan ujian kepercayaan atau trust publik bagi perekonomian Indonesia. Bahkan menjadi batu ujian bagi kepercayaan dunia kepada Republik Indonesia untuk mampu mengelola masalah nilai rupiah ini.

Artinya, sejauh publik dalam negeri memiliki keyakinan dan kepercayaan kepada pemerintah Indonesia, maka situasi pasti akan terkendali dengan cepat dan baik. Masyarakat hanya memiliki pemahaman dan persepsi yang sama terhadap masalah ini. Artinya pula bahwa apapun yang terjadi, maka akibat dan dampaknya akan dirasakan oleh semua rakyat Indonesia.  Untuk itu, bila semua satu bahasa untuk mendukung semua keputusan yang diambil oleh pemerintah maka ujian ini akan bisa dilewati dengan selamat.

Dan justru masalah yang dihadapi oleh Negeri ini adalah "perebutan kekuasaan" memasuki tahun politik 2019. Setiap kesempatan akan menjadi sumber tenaga untuk saling merebut kepercayaan publik bagi Pemilu tahun depan. Dipahami, tentu sangatlah tak mudah bagi pemerintah untuk mendorong agar semuanya satu bahasa adanya. 

Kendatipun demikian, kejadian melemahnya nilai rupiah, sangat mungkin menjadi momen emas bagi publik untuk meyakini dan trust kepada kemampuan Pemerintahan Jokowi untuk mengatasi masalah ini. Karena pada masa-masa yang lalu, tampaknya semua masalah mampu diselesaikan dengan sangat bak oleh Presiden Jokowi.

New-Equilibrium : Indonesia Naik Kelas

Saya meyakini, ujian yang dihadapi saat ini bagi perekonomian Indonesia menjadi sarana untuk naik level atau naik kelas menjadi lebih kuat dan lebih hebat lagi ekonomi Indonesia. Keadaan sekarang boleh disebut sebagai gangguan yang mengguncang situasi ekonomi Indonesia dengan tujuan pada akhirnya dia akan naik kelas atau mencapai yang disebut "new-equilibrium", atau mencapai keseimbangan yang baru. Keseimbangan yang baru lebih tinggi dari keseimbangan yang lama.

20 tahun yang lalu ketika terjadi krisis ekonomi, saya selalu berpendapat bahwa Indonesia sedang mengalami ujian naik kelas. Dan ternyata setelah 20 tahun Indonesia sudah naik kelas lebih tinggi dari yang diharapkan. Bayangkan kalau tidak terjadi krisis 20 tahun silam, bisa jadi Indonesia masih diperintah oleh Soeharto, dan ini artinya Indonesia tidak kemana-mana.

Mari kita bersyukur ketika ada masalah yang dihadapi oleh bangsa dan negeri ini. Karena itu menjadi kesempatan bagi anak-anak bangsa ini untuk bersatu dan bersama-sama naik kelas lebih tinggi lagi.

Mari kita bermimpi bersama dengan Jokowi bahwa tahun 2045 Indonesia akan menjadi salah satu dari 10 negara terbesar di dunia ini. Apakah Anda punya keyakinan seperti saya ?


 Artikel ini telah terbit sebelumnya pada 06 September 2018 di Kompasiana