https://www.theatlantic.com/politics/archive/2014/02/how-immigrant-doctors-became-americas-next-generation-of-nurses/430641/
Ketika OTT KPK ke 100 Kepala
Daerah terjadi, pada Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra pada tanggal 24
Oktober 2018 yang lalu, saya menjelaskan kepada mahasiswa di kelas bahwa itulah
contoh konkrit Bupati yang tidak profesional dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya. Padahal, bupati Cirebon ini termasuk
yang dianggap berhasil atas pembinaannya pada ASN dilingkungan wilayahnya, yang
menerapkan EQ dalam pembinaan ASNnya.
Dan dengan demikian, puluhan
bahkan ratusan Kepala Daerah di Indonesia, sebutkanlah Bupati, Walikota,
Gubernur, bahkan sejumlah Anggota Legislatif dan juga beberapa Menteri di waktu
yang lalu, mereka tidak profesional dalam menjalankan tugas yang diberikan
kepadanya.
https://usbcraft.com/artikel/kami-menolak-suap-dan-markup/
Kata profesionalisme memang
begitu mudah diucapkan dan bahkan begitu gampang orang menganggap diri
profesional, atau dicap dan dinobatkan sebagai profesional dalam menjalankan
tupoksi, tugas pokok dan fungsinya. Namun dalam praktik,
profesionalisme yang diharapkan sangat jauh berbeda dengan kenyataan.
Banyak orang sudah mereduksi makna
dan arti pentingnya sebuah kata profesional atau profesionalisme, yang
sesungguhnya merupakan jawaban dari harapan orang untuk mewujudkan sesuatu
mimpi banyak orang dalam sebuah organisasi atau komunitas.
Ada orang menganggap diri,
bahkan mempromosikan diri sebagai profesional tetapi perilakunya, moralnya, dan
sifatnya sangat tidak profesional, bahkan sangat memalukan dan mereka malah
menjadi batu sandungan bagi banyak orang. Mereka tidak lagi menjadi sumber
motivasi dan inspirasi banyak orang. Mereka malah menjadi perusak kehidupan
komunitas, untuk menyebutkan para koruptor yang tertangkap dan belum tertangkap
sebagai contoh konkrit.
Apa
yang dimaksud dengan Profesional?
Teman baik saya Profesor Rudy
Tarumingken, Guru Besar di IPB dan Mantan Rektor Universitas Kristen Krida
Wacana, UKRIDA Jakarta, pernah menjelaskan dengan sangat detail dan sederhana
tentang makna dari kata profesional itu.
Namun, yang sangat saya ingat
dari penjelasannya adalah bahwa "profesional itu dapat dilihat dan diukur
dari hal-hal yang paling kecil dan sederhana". Profesional sangat
sensitive terhadap hal kecil yang sebetulnya sangat penting dan mendasar.
Tetapi, tentu saja bukan hanya hal yang kecil, karena ada aspek lainnya yang
menjadi ciri utama dari seseorang yang dianggap profesional.
Yang jelas seorang profesional
harus memiliki sebuah profesi, sehingga dia disebut profesional, yang ditekuni
dan dilakukannya dengan persyaratan dan tuntutan kemampuan yang sangat tinggi
dengan tetap memegang teguh nilai-nilai moral sebagai pengarah dan menjadi
basis seluruh kegiatan yang dilakukannya.
Bisa juga dirumuskan
secara bebas dalam bentuk lain bahwa seorang profesional itu adalah orang-orang yang menjalankan
hidupnya dengan cara mempraktikkan skill atau ketrampilan yang dimiliki dengan
keahlian tertentu dalam sebuah kegiatan atau program
Seorang profesional
menjalankan kehidupannya dengan standar keahlian yang tinggi yang didapatkannya
melalui proses pendidikan dan latihan yang sertai dan dilandasi oleh spirit
moral yang sangat kuat dan tinggi tercermin dalam seluruh perilakunya tanpa
bisa diintervensi begitu saja.
Ini menjelaskan
dan mencerminkan bahwa seorang profesional selalu bertindak objektif yang tidak
dipengaruhi oleh keinginan subyektif apalagi dengan sentimen-sentimen yang
tidak perlu dan tidak berguna seperti benci, dendam, malas atau mengeluh, dan
menunda-nunda.
Nampaknya, pengertian
profesional ini sangat ideal, bahwa seorang profesional menjadi role model bagi
orang lain yang bekerja secara sangat mandiri dan selalu fokus dan berhasil
mewujudkan tujunnya tanpa kepentingan sentimen-sentimen yang tidak perlu.
Itu sebabnya, menjadi seorang
profesional tidaklah mudah. Bisa saja seseorang sangat ahli dalam bidangnya,
tetapi moral, etika dan valuenya tidak ada. Sama halnya dengan orang pintar
tetapi moralnya "bejat" sama saja itu merusak sehingga kepintarannya
tidak berguna adanya.
Agar bisa menjadi seorang
profesional maka paling tidak ada 3 aspek utama yang harus dimiliki dan
dikembangkannya, yaitu:
Memiliki ketrampilan atau
skill, setiap orang harus memiliki sebuah bidang yang ditekuninya sepanjang
hidupnya. Inilah yang disebut sebagai pilihan profesi pada bidang atau area
pekerjaan yang akan dipilihnya. Sebagai contoh, seorang politikus yang memilih
bidang politik sebagai bidang yang ditekuninya. Atau seorang dokter gigi
memilih bidang kedokteran gigi sebagai bidang atau area yang ditekuninya.
http://rs-jih.co.id/why-jih/view/tenaga-medis-profesional
Memiliki pengetahuan atau
knowledge. Setiap pilihan bidang pekerjaan atau profesi pasti ada pengetahuan
dasar yang harus dikuasai dengan baik. Berbagai hal yang terkait bidang
keilmuannya harus dikuasai oleh seorang profesional.
Sebab, mustahil menjadi
profesional bila tidak paham apa-apa tentang bidang yang ditekuninia. Seorang
profesional bidang kedokteran tetapi dia sendiri tidak pernah belajar tentang
ilmu kedokteran, maka dipastikan dia tidak akan mampu menjalankan bidang ini
dengan benar dan baik.
Memilik sikap atau attitude yang
benar. Sikap ini lebih banyak menunjuk pada aspek etika dan moral yang
harus dimiliki dan diterapkan dengan setia dan konsisten dalam bidang pekerjaan
yang dipilih sebagai bidang profesinya.
Kode
Etik Profesional
Ketiga aspek utama yaitu
memiliki skill, knowledge dan attitude oleh seorang yang
dianggap atau disebut profesional. Tidak sulit menilai seseorang apakah dia
profesional atau tidak dalam menjalankan tugasnya.
Bisa saja ketrampilannya
sangat luar biasa mahir, tetapi sikapnya tidak baik, seperti para kepala daerah
yang terkena OTT KPK. Mereka korupsi walaupun mereka sangat sadar dan paham dan
mengerti bahwa mereka melanggar sumpah jabatannya, tidak boleh korupsi.
Aspek sikap atau attitude
merupakan dasar yang kuat yang harus dimiliki oleh seorang profesional. Anehnya
memang, justru para profesional lebih jatuh dan terpuruk nan terperosok dalam
perilaku yang tidak benar, menghalakan segala cara, dan melakukan manipulasi
dibelakang skill dan pengetahuan yang luas untuk mementingkan diri sendiri.
Kesalahan yang dilakukan oleh
para profesional dengan penyimpangan-penyimpangan yang merusak masyarakat, atau
publik bukan tanpa sebab, pasti banyak faktor yang mempengaruhinya. Selain
karena godaan kepentingan sesaat, material, dan kepentingan primordial, juga
karena perubahan dan kemajuan yang terjadi saat ini sedemikian canggihnya,
sehingga orang yang tidak mampu menyesuaikan diri, akan mudah tergoda untuk
melanggar prinsip profesionalnya.
Itu sebabnya, apapun bidang
profesi yang ditekuni seseorang tidak terlepas dari komunitas
profesionalnya. Disana ada nada aturan dan pengaturan disertai berbagai
sanksi yang bisa diberikan kepada si pelanggar profesi itu sendiri.
Dalam bidang profesi
kedokteran misalnya, ada lembaga IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang menjaga
kode etik kedokteran bagi seluruh anggotanya. Kode etiknya sangat keras,
sehingga setiap dokter harus mengikutinya. Karena yang memberikan sertifikasi
sebagai profesi adalah lembaga kode etik mereka.
Seorang teman profesional,
seorang Akuntan, mengirimkan kepada saya 6 point yang menjadi acuan melihat
seseorang apakah profesional atau bukan, yaitu :
kemampuan
dan pengetahuan yang tinggi dibidangnya,
tunduk
dan menjunjung tinggi pada kode etik,
memperlihatkan
integritas yang tinggi dan bertanggungjawab penuh pada bidang profesinya,
memperlihatkan
semangat dan jiwa mengabdi kepada masyarakat yang membutuhkan profesinya,
secara
manajerial memiliki kemampuan dalam membuat rencana dan program kerja yang
jelas,
harus
menjadi anggota setia dalam organisasi bidang profesi yang dipilihnya.
Dalam praktek sering sekali
disaksikan bahwa banyak orang yang menampilkan dirinya sebagai seorang
profesional, tetapi tidak tunduk pada organisasi profesinya, bahkan kalau perlu
menghindarinya, mereka hanya peduli pada saat membutuhkannya.
Demikian juga, begitu banyak
kasus pelanggaran kode etik profesi yang harusnya mereka jaga dan tunduk
kepadanya. Bahkan ketika mereka melanggar kode etik itupun mereka harus siap
menerima hukuman atau sanksi untuk itu. Dalam kenyataan, yang terjadi kalau
perlu kode etiknya dilawan habis-habisan.
Musuh
Profesionalitas
Menjadi seorang profesional
memang tidaklah mudah, karena ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi ketika
masuk dalam bidang ini. Tetapi tak hanya itu, mereka harus terus menerus
mengikuti perkembangan dan menyesuaikan diri dengan baik dan benar agar
ilmunya, skillnya dan juga sikapnya dapat terus terupdate sesuai kebutuhan dan
perkembangan zaman.
Oleh karena itu ada beberapa
musuh utama yang harus diwasapai oleh seorang profesional, yaitu :
Cepat
puas. Dalam dunia profesional tidak ada kata puas,
karena dunia profesi terus bertumbuh dan berkembang, jadi harus berubah terus
sesuai dengan dinamika yang ada
Tidak
setia pada kode etik. Bagi profesional kode etik menjadi "kita
suci"nya dalam menjalani profesi dengan benar dan bertanggungjawab.
Menjadi setia pada kode etik tentu tidak mudah ketika godaan datang
bertubi-tubi, apalagi kalau demi kepentingan sesaat.
Godaan
material. Salah satu ciri kunci seorang profesional
adalah tidak pernah mengambil keuntungan yang bukan haknya. Ini sangat sulit
dan menjadi musuhnya. Sebutkanlah profesi akuntan misalnya, ketika dia harus
membuat laporan keuangan yang diauditnya tidak boleh dipengaruhi oleh
kepentingan tertentu untuk memanipulasi laporannya.
Malas
belajar. Seorang profesional sesungguhnya memasuki
dunia yang menantang, dan hanya dengan terus belajarlah dia masih disebut
seorang profesional.
myhc-17017-5bdc133443322f0bb7133ac2.jpg
Sangat mungkin masih sangat
banyak musuh
lainnya tetapi, itu semua akan terus berkembang sesuai dengan dinamika bidang
profesi yang digelutinya.
"Some
people want it to happen, some wish it would happen, others make it
happen." —Michael Jordan