Topic
Discussion
Date: 10 May 2018
By: ADMIN - OBLIGASI
Go International, Tepatkah sebagai Satu-Satunya Jalan Pengembangan SRO?
Self Regulatory Organization (SRO) adalah institusi atau lembaga yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk mengatur para anggotanya. Pasar Modal Indonesia memiliki 3 (tiga) organisasi regulator mandiri yang harus mempertanggungjawabkan tugas-tugasnya ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), masing-masing dari otoritas tersebut adalah :

Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah Perseroan yang berkedudukan di Jakarta yang telah memperoleh izin usaha dari OJK sebagai pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan permintaan beli Efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.

Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) adalah Perseroan yang
berkedudukan di Jakarta yang telah memperoleh izin usaha dari OJK sebagai pihak yang menyelenggarakan kegiatan Kustodian Sentral bagi Bank Kustodian, Perusahaan Efek, dan Pihak lain. Perseroan tersebut berdasarkan perjanjian dengan Bursa memberikan jasa Kustodian Sentral dan penyelesaian atas Transaksi Bursa.

Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) diberi kewenangan untuk membuat dan menerapkan peraturan terkait fungsinya sebagai LKP di Pasar Modal Indonesia. Hal ini sesuai dengan amanat UU Pasar Modal No 8 Tahun 1995, yang menyebutkan bahwa tugas Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) adalah untuk menyediakan jasa klriing dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa yang teratur, wajar dan efisien serta jasa lain berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh OJK.

Per tahun 2017 yang bersumber dari salah satu media massa yang berisi sebagai berikut :
JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali menandatangai nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan bursa Thailand (The Stock Exchange of Thailand/ SET). Kedua otoritas bursa sepakat untuk meningkatkan instrumen pendanaan pasar modal dan transaksi regional lintas negara ke depan.

MoU antara SET dan BEI mencakup lima tahun kerja sama hingga 6 Maret 2023. Kesepakatan tersebut diharapkan meningkatkan sinergi pengembangan pasar modal, teknologi informasi, kesempatan bisnis kedua negara, pengetahuan, dan pengalaman.

Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengungkapkan, MoU tersebut menjadi pendukung komunikasi dan koordinasi dengan kedua bursa di ASEAN sekaligus mempromosikan perkembangan pasar modal kedua negara. .. .”


Selain itu bersumber dari newsletter KPEI edisi triwulan 2 tahun 2018 yang salah satu kutipannya berisi: “Sebagai satu-satunya Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) atau Central Counterparty (CCP) di Pasar Modal Indonesia, KPEI harus mengadopsi standar dan prinsip dari lembaga sejenis di level internasional. Sudah menjadi kebutuhan bahwa prinsip dan standar tersebut menjadi benchmarking KPEI dalam menjalankan operasional bisnis maupun pengembangan produk dan layanannya.“ Itu sebabnya KPEI tak punya pilihan selain memanfaatkan kerjasama internasional dan hubungan kelembagaan internasional sebagai salah satu inisiatif strategis kita,” ujar Direktur Utama KPEI, Hasan Fawzi.


Begitupun dengan KSEI yang pada September 2017 lalu berdasarkan press release mengatakan bahwa menunjuk CSD Turki untuk Mengembangkan e-Proxy dan e-Voting Platform.


Dari ketiga cuplikan diatas, dapat dikatakan bahwa kerja sama internasional merupakan hal penting bagi perusahaan masa kini, dimana persaingan global semakin ketat. Terlebih bagi SRO yang tidak memiliki pesaing di negara sendiri. Salah satunya jalan adalah pengembangan dengan melakukan benchmarking ke perusahaan lain yang sejenis di luar negeri. Tentunya setiap tindakan benchmarking dan kerja sama dengan institusi luar negeri memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri.


Menurut kalian, sampai sejauh manakah SRO dapat bekerja sama dengan institusi atau lembaga sejenis di luar negeri? Benarkah kerja sama internasional merupakan satu-satunya jalan pengembangan SRO agar dapat menjadi lebih baik?
Menurut saya upaya benchmarking pada tiap SRO dengan SRO luar negeri itu harus dipertimbangkan karena:

1. Absennya pesaing pada SRO dapat berdampak pada efisiensi masing2 SRO yg tidak optimal karena minimnya kompetisi di dalam negeri. Misalkan ada trend penurunan settlement date transaksi saham dari T+5, T+3, kemudian menjadi T+2 di beberapa negara lain. Dengan mengadopsi kompetisi dengan SRO negara lain, maka SRO di Indonesia dapat mengupayakan hal yang sama.

2. Tidak menampik bahwa perkembangan teknologi yg pesat membuat industri pasar modal menjadi sangat dinamis. Contoh trendnya saat ini adalah diversifikasi global, penggunaan algorithmic trading dan high frequency trading. Dengan benchmarking atau mempelajari best practice dari SRO negara lain maka SRO dalam negeri dapat lebih antisipatif dengan perkembangan yg dinamis tersebut.

3. Benchmarking dapat meminimalisir adanya upaya regulatory arbitrage (karena investor melihat regulasi di negara lain lebih menguntungkan, maka investor lebih prefer investasi di negara lain)

Namun SRO dalam negeri harus memilah-milah kebijakan mana saja yang dapat diimplementasikan sesuai dengan kesiapan dan kecocokan pada industri pasar modal yg diaturnya dan dampak yang ditimbulkan pada industri. Contohnya dengan dibukanya aliran dana asing ke pasar modal Indonesia, IHSG rentan dengan fluktuasi karena aliran masuk/keluarnya dana dari negara lain yang nilainya hampir sebagian dari market cap IHSG. Namun disisi lain masuknya investor global menambah efisiensi dari stock market (efisiensi di sini dimaksudkan seberapa cepat informasi material terefleksi di harga saham).

Menurut saya kurang tepat apabila go international adalah jalan satu-satunya sebagai SRO untuk berkembang. Karena Pasar Modal tentunya memiliki banyak stakeholder, maka input, saran, dan masukan dari stakeholder dalam negeri dapat memberikan petunjuk pada pengembangan masing-masing SRO ke depan.
10 May 2018
by: Abdul Malik Rayhan
0 Comments
Sebetulnya, tergantung dari konteks "berkembang" itu sendiri.

- Jika konteksnya adalah untuk mengembangkan operasional bisnis, produk, dan layanan, menurut saya kerja sama internasional merupakan cara yang paling baik. Karena bagaimanapun juga, SRO di Indonesia sifatnya tunggal (tidak ada 2 SRO yang memiliki fungsi yang sama), sehingga benchmarking harus dilakukan di level internasional. Hanya itu solusinya? Tentu tidak -- pengembangan masih bisa dilakukan dengan cara lain diluar benchmarking. Akan tetapi, menurut saya benchmarking adalah jalan yang paling efektif.

- Jika konteksnya adalah untuk mengembangkan industri pasar modal secara volume, maka jawabannya adalah tentu tidak. Masih banyak "Uncaptured Market", atau bahkan "Untouched Market", di pasar modal Indonesia. Berdasarkan data KSEI, per Maret 2018, terdapat 1.21 juta SID di Indonesia. Belum lagi, angka ini pastinya adalah gabungan antara investor aktif dan inaktif. Angka tersebut masih terlampau kecil dari 258 juta penduduk di Indonesia. Berarti, hanya 0.47% penduduk Indonesia yang berinvestasi di pasar modal. FYI, Malaysia berada di angka 8% dan Singapura di angka 26.8%. Intinya, kesempatan untuk SRO agar dapat berkembang itu masih banyak. SRO harus lebih fokus untuk menangkap pasar domestik yang masih kurang "literate" dengan pasar modal.
10 May 2018
by: Hubertus Nugroho Addo Wibowo
0 Comments
Saya kurang paham detil atau bentuk kerja sama yang telah dilakukan SRO dengan lembaga sejenis di luar negeri, khususnya MoU BEI dengan SET. Saya melakukan sedikit riset isi perjanjian tersebut. Kerja sama tersebut pada intinya tidak hanya dari sisi peningkatan teknologi dan service, namun juga adanya promosi investasi antar kedua negara. Dapat dilihat BEI masih berkeinginan untuk menyerap dana dari investor global.

Saya berpendapat hal ini kurang tepat dilakukan oleh SRO. Pertama, saya melihat dari sisi pasar saham di indonesia. Sepengetahuan saya terakhir, investasi di bursa saham sebagian besar dikuasai investor asing dengan persentase dana 60% asing dan 40% investor lokal. Dengan kata lain pergerakan IHSG masih dipengaruhi kuat oleh sentimen pasar global sehingga mudah sekali IHSG bergerak tidak sejalan dengan fundamentalnya. Kita bisa lihat dari jatuhnya IHSG yang cukup signifikan di 2013 dan 2015. Dan beberapa bulan terakhir IHSG drop sekitar 15% dikarenakan aksi sell besar-besaran dari investor asing. Dengan adanya MoU tersebut akan lebih meningkatkan jumlah investasi dari luar negeri.

Kedua, promosi investasi pasar internasional kontradiktif dengan program SRO yang mengkampanyekan peningkatan investasi saham bagi para calon investor lokal. Saya sangat setuju dengan peningkatan dana dari investor lokal di pasar saham. Sehingga, IHSG diharapkan dapat bergerak sesuai fundamentalnya dan tidak terlalu dipengaruhi sentimen-sentimen dari pasar intrenasional.

Namun perlu adanya riset lebih mendalam untuk masalah ini. Saya hanya menjelaskan dari sisi pasar saham. Mungkin kerjasama ini bisa menguntungkan dari sisi instrumen lain seperti pasar obligasi dan derivative. Di sisi lain saya setuju jika kerja sama ini bertujuan meningkatkan kualitas service SRO. Tapi perlu dipertimbangkan apakah keperluan SRO untuk benchmarking diharuskan berupa perjanjian jangka panjang? Atau sebenarnya tidak diperlukan. SRO perlu mempertimbangkan aspek kebutuhan dan kepentingan dalam negeri dalam menjalin kerja sama internasional. Mungkin saja sistem yang diterapkan di luar negeri tidak cocok dengan kondisi pasar modal di Indonesia.
10 May 2018
by: Elmar Shidqi Sulaiman
0 Comments
Bekerja sama dengan lembaga sejenis di LN merupakan langkah awal yang baik untuk meningkatkan dan menyetarakan kinerja SRO dengan internasional, dan penting bagi lembaga yang terlibat untuk memonitor perkembangan yang ada (dapat lewat pertemuan reguler) agar tujuan awal dari kerja sama itu tercapai. Standar yang diadopsipun harus diimplementasikan secara nyata, tidak hanya di pusat namun juga di kantor perwakilan di Indonesia. Oleh karena itu saya juga setuju dengan pendapat yang lain bahwa internal SRO juga perlu ditingkatkan, salah satunya melalui proses training dan audit.
10 May 2018
by: Theodosia
0 Comments
Go International merupakan salah satu cara yang efektif dalam meningkatkan kualitas dari SRO. Banchmarking, transfer knowledge, transfer technology, merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan SRO.

Namun, perkembangan dari luar, haruslah tetap di imbangi dengan adanya penyesuaian dari dalam negeri. Investment behavior, tingkat literasi keuangan masyarakat, kondisi ekonomi dalam negeri, harus menjadi pertimbangan SRO dalam menentukan arah perkembangnnya.

Selain melakukan Go International, perbaikan dan peningkatan kualitas internal SRO menjadi hal yang harus dilakukan.
Efisiensi dan transparansi proses bisnis, peningkatan kualitas SDM, merupakan beberapa cara untuk membuat SRO menjadi berkembang.

Sehingga, SRO dapat meningkatkan perkembangannya melalui eksternal SRO dan Internalnya.

Regards,
Aisyatur Ridlo
10 May 2018
by: Aisyatur Ridlo
0 Comments
Terima kasih atas informasi diatas. Saya akan mencoba untuk menanggapi permasalahan tersebut. Menurut saya, SRO dapat bekerja sama hingga pada titik dimana negara ASEAN dapat memiliki satu bursa efek gabungan yang sejenis. Hal itu diperkuat dengan data pada akhir tahun 2017 bahwa rata-rata return investasi di negara ASEAN 2 kali lebih besar dibanding dengan Eropa dan Amerika, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa negara ASEAN membentuk satu bursa efek gabungan. Tujuannya, dalam waktu dekat dapat menarik investor dan menanam modal di wilayah ASEAN serta dalam jangka panjang dapat menjadikan negara ASEAN sebagai penyumbang dana dunia hingga 50%, hal tersebut untuk membuat negara di ASEAN mampu berdiri sendiri tanpa terintimindasi mata uang negara asing.

Kerja sama internasional merupakan hal yang baik namun tidak satu-satu nya cara. Diperlukan dana asing untuk memperkuat modal saham bursa efek. Bursa efek di Indonesia hampir didominasi oleh perusahaan domestik dengan total modal saham sekitar Rp 6000 triliun dengan diantaranya sekitar 2000 triliun merupakan modal asing. Sementara modal saham bursa efek di Singapura telah mencapai sekitar 8000 triliun. Jika kita tidak menjalin kerja sama dengan pihak asing, modal saham kita tidak akan bisa bertanding dengan negara lain, sehingga kita tidak dapat memberikan sumbangan dana kepada dunia yang cukup memadai. Sejauh ini Indonesia hanya menyumbang dana kurang dari 0,1% dana di dunia. Jika terus berkelanjutan, hal tersebut dapat berdampak hingga turunnya nilai tukar rupiah di mata dunia.
10 May 2018
by: Erfiki Dwiana Intan Rahman
0 Comments
Upaya pengembangan pasar modal Indonesia dengan cara benchmarking dan menjalin kerja sama dengan institusi atau perusahaan sejenis tentu saja sangat baik untuk dilakukan, terlebih lagi pasar modal Indonesia masih tergolong sebagai emerging market. Di tahun 2009, telah terdapat wacana untuk menciptakan integrasi pasar modal se-ASEAN. Kerja sama antara SET dan BEI tersebut merupakan langkah awal. Tentu saja, kerja sama yang baik adalah kerja sama yang menguntungkan kedua belah pihak. Oleh karena itu, dibutuhkan monitoring berkelanjutan agar tujuan dari kerja sama tersebut dapat tercapai.
Upaya "go international" yang dilakukan SRO memiliki berbagai tantangan dan peluang. Peluangnya adalah dapat mengundang lebih banyak emiten atau investor asing untuk ikut meramaikan pasar modal Indonesia dan bertambahnya sumber pendanaan bagi emiten dalam negeri. Namun, di sisi lain, tantangan yang harus diperhatikan adalah adanya perbedaan regulasi dan mekanisme antar pasar modal.

Upaya "go international" merupakan upaya pengembangan eksternal, sehingga hal tersebut bukanlah satu-satunya cara untuk mengembangkan pasar modal Indonesia.
Berbagai peluang internal seperti pengembangan pasar modal syariah di Indonesia merupakan jalur alternatif yang dapat ditempuh SRO untuk lebih mengembangkan pasar modal Indonesia.
Selain itu, pengembangan SRO juga dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas atau mutu dari infrastuktur, layanan, edukasi, dan SDM yang dimiliki. Keseimbangan internal dan eksternal akan menjadikan SRO menjulang ke atas dan mengakar kuat.

Regards,
Dioni Yurinda
10 May 2018
by: dioniyurinda
0 Comments
Kalau menurut saya Go Internasional merupakan sebuah keharusan untuk mendukung kemajuan SRO itu sendiri, seperti transfer teknologi dan kemajuan dari bursa lainnya.
Apalagi kalau dilihat di BEI, mayoritas transaksi jual dan beli masih dilakukan asing dan sangat berimbas ke IHSG.
Anyway, Go Internasional mungkin lebih pengaplikasian kemajuan tapi market nya kita harus lebih dorong lokal untuk aktif di pasar modal jadi kalau ada pergerakan dana keluar, bursa kita tidak terlalu tertekan.
Salah satu program dari SRO yang saya suka adalah Yuk Nabung Saham sehingga banyak masyarakat yang mulai melek pasar modal.
10 May 2018
by: Hadi Gunawan
0 Comments